بَابُ التَّنْظِيفِ وَالتَّجَمُّلِ لِلْجُمُعَةِ
وَقَصْدِهَا بِسَكِينَةٍ وَالتَّبْكِيرِ وَالدُّنُوِّ مِنْ الْإِمَامِ
“BAB MEMBERSIHKAN BADAN, BERHIAS,
MENUJU SHALAT JUM’AT DENGAN TENANG, BERANGKAT CEPAT-CEPAT DAN DUDUK DEKAT IMAM”
oleh: Faqih Aulia (14.3887 & 06.62)
MUQODDIMAH:
Hari Jumat adalah salah satu hari yang istimewa
bagi kaum muslimin. Ia adalah hari yang mulia, dan ummat Islam di seluruh
penjuru dunia memuliakannya.
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini
dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u yang
berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di
balai-balai pertemuan yang luas. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang
mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. 62:9)
Maksudnya, kaum Muslimin diperintahkan pergi
melaksanakan shalat Jum’at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh
hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk
shalat itu dilarang.
Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Demi Allah,
sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas
terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan
sepenuh hasrat dalam hati.”
Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa
hari Jum’at adalah hari yang paling afdhal (utama) dari hari-hari lainnya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Hari Jum’at
adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam
sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu
mustajab pada hari Jum’at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di
bulan Ramadhan.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik hari
adalah hari Jum’at, pada hari itu Nabi Adam AS diciptakan, pada hari itu dia
dimasukkan ke surga, pada hari itu dia dikeluarkan dari surga, dan hari qiamat
tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Nabi saw. bersabda, “Tidak
ada hari yang lebih mulia selama matahari terbit dan terbenam selain hari
Jum’at”. (HR.Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Demikianlah Allah menjadikan hari Jum’at untuk
kaum Muslimin dan mengkhususkannya untuk mereka, dan Allah memalingkan
orang-orang Yahudi dan Nashara dari hari tersebut. Dari Abu Hurairah dan
Hudzaifah RA, mereka berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah
menyesatkan/memalingkan hari Jum’at dari orang-orang sebelum kita, maka untuk
orang-orang Yahudi hari Sabtu dan untuk orang Nashara hari Ahad, dengan begitu
mereka akan mengikuti kita pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
Jumat disebut dengan sayyidul ayyam atau
tuannya hari. Karena itu umat Islam disarankan melakukan aneka ibadah sebagai
dukungan atas hari istimewa ini. Perlakuan secara berlebih dan tidak dilakukan
di hari lain merupakan bentuk penghormatan.
Terdapat beberapa aktivitas ibadah yang secara
khusus dianjurkan oleh syariat pada hari Jumat. Oleh karenanya, hari Jumat
disebut juga dengan hari ibadah. Dan khusus bagi orang yang hendak menjalankan
shalat Jumat, terdapat beberapa hal yang disunahkan sebagai berikut:
HADITS PERTAMA:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ رضي الله عنه، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ: مَا عَلَى
أَحَدِكُمْ لَوِ اشْتَرَى ثَوْبَيْنِ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ، سِوَى ثَوْبِ
مِهْنَتِهِ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَأَبُو دَاوُد
Dari Abdullah
bin Salam radhiyallahu anhu bahwasanya ia mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda di atas mimbar
pada hari Jumat, “Apa susahnya jika seseorang dari kalian membeli pakaian
sepasang untuk Hari Jumat selain baju kerjanya.” [H.R. Abu Daud (no. 1078) dan
Ibnu Majah (no. 1095) serta lafaz hadis ini sesuai periwayatannya. Hadis ini
dinyatakan sahih oleh Albani dalam Shahih wa Dhaif Ibn Majah (3/
95)]
Keterangan:
Pelajaran yang
dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1.
Perhatian dan kesungguhan para sahabat di
antaranya Abdullah bin Salam radhiyallahu anhu dalam menukil
dan menyebarkan materi khotbah Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam.
2.
Disyariatkannya berkhotbah di atas mimbar.
3.
Di antara materi khotbah yang pernah
disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah
adab-adab dalam menghadiri Salat Jumat khususnya dalam berpakaian.
4.
Sepantasnya seorang muslim siap membelanjakan
hartanya untuk peningkatan kualitas ibadahnya.
5.
Dianjurkan ada pakaian khusus terbaik yang
dikenakan di Hari Jumat.
HADITS KEDUA:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَى كُلِّ
مُحْتَلِمٍ (مُسْلِمٍ) الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَلْبَسُ مِنْ صَالِحِ
ثِيَابِهِ ، وَإِنْ كَانَ لَهُ طِيبٌ مَسَّ مِنْهُ. رَوَاهُ أَحْمَدُ
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Wajib
bagi setiap yang telah ihtilam (muslim) mandi pada hari
Jum’at dan memakai pakaian yang pantas, dan jika mempunyai wangi-wangian
hendaklah memakainya.” (H.R. Ahmad, Musnad Ahmad, 3:
65 no 11643)
Keterangan:
Pelajaran yang
dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1.
Hadits ini jadi
dalil mengenai hukum shalat Jumat. Menurut jumhur ulama dari Hanafiyyah,
Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hambali, hukum mandi Jumat adalah sunnah, tidak wajib,
yang mengerjakannya mendapatkan pahala. Namun jika berwudhu ketika ingin pergi
shalat Jumat, itu pun sudah sah.
2.
Disunnahkan
memakai wewangian ketika pergi shalat Jumat, juga dianjurkan memakai pakaian
yang bagus, begitu pula dianjurkan dalam penampilan yang baik. Wewangian yang
dikenakan bisa pada badan dan pakaiannya hingga tidak mengganggu dengan bau
yang tidak enak pada lainnya. Namun jika tidak memakai wewangian karena tidak
memiliki, tidaklah berdosa.
HADITS KETIGA:
عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ
مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ
يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا
غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ
Dari Salman Al
Farsi berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah
seorang laki-laki mandi pada hari Jum'at lalu bersuci semaksimal mungkin,
memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah
menuju Masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya lalu dia
shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah Imam, kecuali dia
akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum'atnya itu dan Jum'at yang
lainnya." (Shahih al-Bukhari No. 883)
Keterangan:
Pelajaran yang
dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1.
Mengajak segera
mandi atau bersuci semaksimal mungkin kemudian menggunakan wewangian dan
bersegera ke masjid untuk menghadiri shalat Jumat.
2.
Tidak boleh
duduk di antara dua orang atau memisahkan dua orang yang telah duduk terlebih
dahulu.
3.
Agar
menyibukkan diri dengan shalat sunnah, berdzikir, membaca al-Quran, dan berdoa
sambil menunggu khatib naik mimbar.
4.
Memperhatikan
apa yang harus dilakukan sebagai makmum dengan adab-adab sesuai syariat
sebagaimana dituntunkan dalam Hadits.
5.
Hendaknya diam
selama khatib tengah berkhutbah, khusuk mendengarkannya agar termasuk orang
yang mendapat ampunan dosa-dosa yang dilakukan di antara Jumat sebelumnya.
HADITS
KEEMPAT:
وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ: سَمِعْت النَّبِيَّ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ: «مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَمَسَّ مِنْ
طِيبٍ إنْ كَانَ عِنْدَهُ، وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، ثُمَّ خَرَجَ
وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَسْجِدَ فَيَرْكَعَ إنْ بَدَا لَهُ
وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا، ثُمَّ أَنْصَتَ إذَا خَرَجَ إمَامُهُ حَتَّى يُصَلِّيَ
كَانَتْ كَفَّارَة لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَة الْأُخْرَى». رَوَاهُ
أَحْمَدُ
Dan
dari Abu Ayub ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa
mandi pada hari Jum’at, memakai wangi-wangian jika mempunyai, dan memakai
sebaik-baik pakaian yang dimilikinya, kemudian keluar (ke masjid) dengan
tenang, sehingga diam apabila imamnya telah keluar (menuju mimbar), sehingga ia
shalat Jum’at, maka shalat Jum’atnya itu menghapus (dosa) antara Jum’at itu
dengan Jum’at yang lain. (H.R. Ahmad)
Keterangan:
Pergi Shalat Jumat diperintahkan dalam keadaan
tenang dan tidak tergesa-gesa.
Allah Ta’ala memerintahkan
kepada orang beriman untuk menghadiri shalat Jumat dan bersegera melakukannya.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ
مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(QS. Al Jumu’ah: 9).
Syaikh As
Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud
dengan “as sa’yu” adalah bersungguh-sungguh untuk menuju shalat
Jumat dan tidak menyibukkan diri dengan hal lainnya. Di sini yang dimaksudkan
bukanlah berlari-lari menuju shalat Jumat. Tetapi yang diperintahkan adalah
pergi shalat Jumat dalam keadaan yang tenang. (Taisirul Lathifil Mannan,
hal. 138).
Sama halnya
dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa yang dimaksud dengan “fas’au ilaa dzikrillah”
adalah pergi untuk melaksanakan shalat Jumat sebagaimana disebutkan dalam Syarh Shahih Muslim, 5: 88. Jadi bukan yang dimaksud
adalah cepat-cepat.
Perintah bersikap
bahkan tetap ada meskipun telat dalam shalat berjamaah sebagaimana disebutkan
dalam hadits berikut:
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ،
وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَكْتُمْ
فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا.
“Jika kalian mendegar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun
tetaplah tenang dan khusyu’ menuju shalat, jangan tergesa-gesa. Apa saja yang
kalian dapati dari imam, maka ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, maka
sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602).
Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat
anjuran untuk mendatangi shalat dalam keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa, di
sini pun termasuk dalam shalat Jumat maupun shalat lainnya, baik saat itu
khawatir akan luput dari takbiratul ihram bersama imam ataukah tidak.” (Syarh Shahih Muslim, 5: 88)
Apa hikmahnya
pergi shalat dalam keadaan tenang dan larangan tergesa-gesa? Karena berangkat
menuju masjid sudah terhitung berada dalam shalat sebagaimana disebutkan dalam
hadits lainnya dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ثُوِّبَ لِلصَّلاَةِ فَلاَ تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ
تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا
وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى
الصَّلاَةِ فَهُوَ فِى صَلاَةٍ.
“Jika engkau hendak pergi shalat, maka datangilah dalam keadaan
tidak tergesa-gesa. Hendaklah bersikap tenang. Apa saja yang kalian dapati dari imam, maka ikutilah. Sedangkan
yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah. Karena salah seorang di antara
kalian menuju shalat sudah terhitung berada dalam shalat” (HR.
Muslim no. 602).
Ibnu Hajar
menyebutkan hikmah lainnya kenapa tidak boleh tergesa-gesa menuju shalat. Jika seseorang
tergesa-gesa, maka ia akan membaca surat tidak dengan penuh kekhususan. Beda
halnya jika ia mendatangi shalat jauh-jauh sebelumnya, ada waktu untuknya untuk
rehat. Lihat Fathul Bari, 2: 117.
HADITS KELIMA:
Bergegas
hadir ke lokasi pelaksanaan salat Jum’at. Bagi kaum muslim yang hendak
melaksanakan salat Jum’at, akan ada pahala lebih bagi orang yang datang lebih
awal, bahkan pahalanya melebihi orang yang datang setelahnya. Anjuran ini
berlaku untuk selain Imam. Adapun bagi Imam yang disunahkan baginya adalah
mengakhirkan hadir sampai waktu khutbah, karena mengikuti sunah Rasulullah.
Anjuran ini sesuai dengan sebuah hadits:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْأُولَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ
بَدَنَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ
بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا
أَقْرَنَ ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ
دَجَاجَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ
بَيْضَةً ، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ
الذِّكْرَ. رَوَاهُ الْجَمَاعَة إلَّا ابْنَ مَاجَهْ
Barangsiapa
yang mandi seperti mandi junub pada hari Jumat, kemudian pada waktu pertama ia berangkat
Jumat, maka seakan ia berkurban unta badanah. Dan barangsiapa berangkat Jumat
pada waktu kedua, seakan berkurban sapi. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada
waktu ketiga, seakan berkurban kambing yang bertanduk. Dan barangsiapa
berangkat Jumat pada waktu keempat, seakan berkurban ayam. Dan barangsiapa
berangkat Jumat pada waktu kelima, seakan berkurban telur. Saat imam keluar
berkhutbah, malaikat hadir seraya mendengarkan khutbahnya. (H.R.
Jamaah kecuali Ibnu Majah)
Keterangan:
Adab
dan amalan yang dianjurkan untuk dilakukan saat hari Jum’at merupakan
kegiatan-kegiatan yang sarat dengan pahala. Selain karena dilaksanakan pada
hari yang penuh keutamaan, aktivitas-aktivitas tersebut juga bernilai kebaikan
dan memiliki keutamaan.
HADITS KEENAM:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
احْضرُوا الذكرَ، وادْنُوا من الإمَام، فإن الرجل لا يَزالُ
يَتَبَاعَدُ حتى يُؤَخرُ في الجنة، وإن دَخَلَهَا. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو
دَاوُد
“Hadirilah khutbah jum’at dan mendekatlah kepada imam. Karena
seorang yang selalu jauh dari imam, menyebabkan ia terbelakang dalam memasuki
surga, andai ia memasukinya kelak” (HR. Abu Daud 1198, Al Hakim
1/289, Ahmad 5/11)
Dalam riwayat
lain digunakan lafadz:
احضروا الجمعة
“Hadirilah (khutbah) jum’at...”
(HR. As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir,
261)
Keterangan:
Pelajaran yang
dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1.
Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai الذكرَ dalam hadits ini. Sebelum menyebutkan
hadits ini, Al ‘Aini berkata: “Bab ini menjelaskan tentang anjuran mendekatnya seseorang
kepada imam ketika khutbah jum’at. Sebagian naskah menyebutkan, ketika ceramah.
Namun tafsiran yang pertama (ketika khubat jum’at) itu lebih shahih” (Syarh Sunan Abi Daud, 4/448).
2.
Hadits ini merupakan dalil dianjurkannya
bersegera mendatangi shalat jum’at.
3.
Jauh-dekatnya posisi duduk kita dengan imam
ketika khutbah, bisa menentukan cepat-lambatnya kita masuk surga, jika masuk.
4.
Ali Al Qari menjelaskan isi hadits ini: “احْضرُوا الذكرَ maksudnya hadirilah khutbah yang dipenuhi
dengan dzikir kepada Allah dan nasehat kepada manusia. وَادْنُوا maksudnya mendekatlah sedekat
mungkin. مِنَ الْإِمَامِ, kepada imam, yaitu
selama bukan dengan cara yang haram. فَإِنَّ
الرَّجُلَ لَا يَزَالُ يَتَبَاعَدُ karena seorang lelaki yang selalu jauh,
yaitu menjauh dari tempat-tempat kebaikan tanpa udzur. حَتَّى يُؤَخَّرَ فِي الْجَنَّةِ menyebabkan ia
terbelakang, yaitu terbelakang dalam memasuki surga atau terbelakang dalam
mencapai tingkatan surganya, jika memasukinya”.
Ali Al Qari menukil perkataan Ath Thibbi, bahwa ia mengatakan: “Maksud
hadits ini, seorang lelaki yang selalu mengambil tempat yang jauh ketika
mendengarkan khutbah atau menjauh dari shaf pertama yang merupakan tempatnya
orang-orang muqarrabin, menyebabkan ia
tersingkir ke dalam barisannya orang-orang mutasaffilin (para
pencari hal yang rendah-rendah)”.
Ali
Al Qari melanjutkan: “Dalam hadits ini terdapat celaan terhadap perilaku orang
yang berlambat-lambat dan hinanya cara berpikir mereka, karena mereka lebih
memilih hal yang lebih rendahan daripada yang tinggi derajatnya. Lalu, kalimat إن دَخَلَهَا menunjukkan bahwa orang tersebut akan
merasa puas sekedar bisa masuk surga walau tidak mendapat derajat yang tinggi
dan tempat yang paling mulia” (Mirqatul Mafatih,
3/1036).
5.
Al Munawi menambahkan, “Jika demikian keadaan
orang yang berlambat-lambat, maka bagaimana lagi keadaan orang yang malah tidak
hadir” (Faidhul Qadhir, 1/194).
6.
Ketika menjelaskan hadits ini, Al Munawi
menukil sebuah syair:
حاول جسيمات الأمور ولا تقل. . . إن المحامد والعلى أرزاق
“Berusahalah mendapatkan hal-hal yang besar,
jangan kurang dari itu, Karena hal yang terpuji dan tinggi itu lebih nikmat
وارغب لنفسك أن تكون مقصرا. . . عن غاية فيها الطلاب سباق
Menjadi orang yang bercita-cita rendah,
bencilah dirimu terhadapnya, Dalam sebuah tujuan, orang-orang yang berusaha
mencapainya lebih dahulu mendapatkannya” (Faidhul Qadhir,
1/194)
KESIMPULAN:
Syarih
-rahimahullah- berkata: Hadits yang pertama menunjukkan disunnatkannya memakai
pakaian yang bagus pada hari Jum’at dan mengkhususkan pakaian yang tidak
dipakai pada hari-hari lain. Dan hadis Abi Sa’id menunjukkan adanya perintah
mandi pada hari Jum’at dan memakai sebaik-baik pakaian dan wangi-wangian.
Perkataan
“Kemudian ia diam mendengarkan imam apabila ia sedang berkhutbah” itu, Syarih
berkata: Ini menunjukkan bahwa orang yang berbicara pada waktu imam sedang
khutbah maka orang tersebut tidak memperoleh pahala seperti yang tersebut dalam
hadits itu, yaitu diampuninya dosa antara satu Jum’at dengan Jum’at lain.
Mushannif
-rahimahullah- berkata: Hadis ini menunjukkan bolehnya berbicara sebelum imam
khutbah.
Perkataan
“Barangsiapa pergi pada saat kedua” itu, Syarih berkata: Saat seperti yang
dimaksud dalam hadits itu masih diperselisihkan, saat kapankah yang dimaksudkan
itu. Ada yang berpendapat, bahwa saat yang dimaksud itu adalah saat yang mudah
dimengerti yaitu menurut kebiasaan. Dan ada yang berpendapat bahwa yang
dimaksud saat-saat itu tingkat-tingkat yang lebih dahulu pergi ke Jum’at, mulai
dari permulaan siang sampai matahari tergelincir. Dan ada yang mengatakan bahwa
saat-saat itu adalah kira-kira lima menit dari tergelincirnya matahari sampai
imam duduk di atas mimbar.
Dan hadis ini
menunjukkan diperintahkannya mandi pada hari Jum’at dan keutamaannya pergi
cepat-cepat ke shalat Jum’at.
Mushannif
-rahimahullah- berkata: Hadis ini menunjukkan bahwa seutama-utama qurban itu
adalah onta, kemudian sapi, lalu kambing. Dan hadis ini dijadikan pegangan oleh
orang yang membolehkan shalat Jum’at pada saat yang keenam, dan orang yang
berpendapat, apabila orang nadzar untuk menyembelih korban dengan mutlak, maka
cukuplah orang tersebut menghadiahkan harta seadanya.
MEMBERSIHKAN BADAN, BERHIAS, MENUJU
SHALAT JUMAT DENGAN TENANG, BERANGKAT CEPAT-CEPAT DAN DUDUK DEKAT IMAM ADALAH
RUTINITAS YANG SANGAT BAIK UNTUK MENJALANI SHALAT JUMAT DENGAN KHUSYUK. MENJAGA
KEBERSIHAN DAN BERHIAS SEBELUM SHALAT ADALAH TANDA PENGHORMATAN KEPADA ALLAH
SWT DAN JUGA KEPADA SESAMA JAMAAH. BERANGKAT DENGAN CEPAT-CEPAT MENUNJUKKAN
RASA TANGGUNG JAWAB DAN PENGHARGAAN TERHADAP WAKTU IBADAH. DUDUK DEKAT IMAM
MEMUNGKINKAN KITA UNTUK LEBIH FOKUS DAN MENDAPATKAN MANFAAT SPIRITUAL YANG
MAKSIMAL DARI KHUTBAH DAN SHALAT. SEMOGA ALLAH MEMBERKAHI IBADAH KITA SEMUA.
Penulis adalah LITKA PC Pemuda PERSIS Batununggal Kota Bandung.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan