Kami mempunyai lembaga untuk membantu anak yatim.
Bagaimana hukumnya menerima bantuan dari milad organisasi?. Jamaah Pengajian.
Jawaban:
Kami tidak mengetahui secara
pasti organisasi seperti apakah yang dimaksud oleh penanya karena organisasi
itu banyak macamnya, umpamanya organisasi politik, organisasi bisnis, bahkan
ada organisasi illegal yang mencakup; organisasi criminal, secret society atau
organisasi pemberontakan bahkan organisasi masyarakat yang termasuk di dalamnya
organisasi keagamaan.
Organisasi keagamaan inilah yang menjadi perhatian
kami saat ini yang menurut kami organisasi inilah yang mungkin lebih dekat
kepada maksud penanya. Adapun organisasi keagamaan ini ada organisasi Islam dan
non Islam.
Pada umumnya milad organisasi adalah acara Non-ritual.
Tentang hal ini secara substansi mayoritas ulama sepakat akan bolehnya,
walaupun ada ulama melarangnya bahkan menyatakan keharamannya dengan metodologi
saddu al-dzari’ah (menutup jalan kemudaratan). Yaitu khawatir akan
mengakibatkan masuk kepada acara-acara yang bersifat ritual.
Adapun dalil yang menyatakan bolehnya menerima hadiah
atau pemberian/ bantuan dari acara milad non ritual baik dari organisasi Islam
atau non Islam adalah firman Allah Swt;
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ
يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ
تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ.
“Allah tidak
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]: 8)
Sababun Nuzul ayat ini diterangkan dalam hadis berikut;
حَدَّثَنَا
عَامِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَدِمَتْ
قُتَيْلَةُ ابْنَةُ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ عَبْدِ أَسْعَدَ مِنْ بَنِي مَالِكِ
بْنِ حَسَلٍ عَلَى ابْنَتِهَا أَسْمَاءَ ابْنَةِ أَبِي بَكْرٍ بِهَدَايَا ضِبَابٍ
وَأَقِطٍ وَسَمْنٍ وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فَأَبَتْ أَسْمَاءُ أَنْ تَقْبَلَ
هَدِيَّتَهَا وَتُدْخِلَهَا بَيْتَهَا فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { لَا يَنْهَاكُمْ
اللَّهُ عَنْ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
فَأَمَرَهَا أَنْ تَقْبَلَ هَدِيَّتَهَا وَأَنْ تُدْخِلَهَا بَيْتَهَا.
Amir bin Abdullah bin al-Zubair
dari bapaknya berkata, “Qutailah anak perempuan Abdul Uzza bin Abd As’ad dari
Bani Malik bin Hasal mendatangi putrinya Asma binti Abu Bakar dengan membawa
hadiah beberapa biawak, susu kering dan mentega yang ketika itu dia masih dalam
keadaan musyrik. Asma menolak menerima hadiah tersebut atau memasukkan tamu
tersebut ke rumahnya. Lalu Aisyah bertanya kepada Nabi Saw, lantas Allah Azza
wa Jalla menurunkan, ‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama’,
sampai akhir ayat, lalu memerintahkan kepada (Asma) untuk menerima hadiahnya
dan memasukkannya ke rumah,” (Musnad Ahmad, no. 15529)
Pada firman Allah Swt ini terdapat ketegasan
tentang hukum boleh/ mubahnya kaum muslimin berbuat baik dalam hubungan sosial
dengan non-muslim yang beragama apapun. Baik terhadap perorangan maupun
organisasi selama mereka bukan kafir harbi (kafir yang sedang dalam
peperangan dengan muslimin). Apalagi kalau organisasi itu organisasi yang
berlandaskan agama Islam atau organisasi-organisasi lainnya yang bersifat bukan
keagamaan atau criminal.
Bahkan Allah Swt menyuruh kaum muslimin untuk
bertindak adil dalam masalah keduniaan. Sebagai contoh, yakni ketika seorang
muslim dan non-muslim secara bersama mengadu tentang sengketa sebidang tanah
kepada Nabi Saw. maka Nabi Saw tidak memandang agama dalam
memutuskannya, akan tetapi terlebih dahulu beliau memperhatikan bukti-bukti,
saksi dan bahkan sumpah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ وَهُوَ فِيهَا
فَاجِرٌ لِيَقْتَطِعَ بِهَا مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ
عَلَيْهِ غَضْبَانُ قَالَ فَقَالَ الْأَشْعَثُ فِيَّ وَاللَّهِ كَانَ ذَلِكَ كَانَ
بَيْنِي وَبَيْنَ رَجُلٍ مِنْ الْيَهُودِ أَرْضٌ فَجَحَدَنِي فَقَدَّمْتُهُ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَكَ بَيِّنَةٌ قُلْتُ لَا قَالَ فَقَالَ لِلْيَهُودِيِّ
احْلِفْ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذًا يَحْلِفَ وَيَذْهَبَ بِمَالِي
فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى {إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ
وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا}. إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Dari Abdullah ra. berkata,
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah yang dengan
sumpahnya itu dia durhaka dan bermaksud mengambil harta seorang muslim, maka
dia kelak akan berjumpa dengan Allah sedang Allah murka kepadanya.” Abdullah
berkata, al-Asy’ats berkata, “Demi Allah, ayat itu turun tentang aku, yang
dahulu antara aku dan seorang Yahudi ada tanah yang diperebutkan, lalu dia
mengalahkan aku. Kemudian aku adukan hal itu kepada Nabi. Maka Rasulullah saw
berkata kepadaku, ‘Apakah kamu punya bukti?’ aku jawab, ‘Tidak’. Lalu
beliau bersabda kepada orang Yahudi itu, ‘Bersumpahlah!’ dia berkata,
‘Aku katakan: Wahai Rasulullah, dia bersumpah sementara dia mengambil hartaku?’.
Maka turunlah firman Allah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji(nya)
dengan Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.’ Hingga
akhir ayat (Qs. Ali Imran [3]: 77).” (Shahih al-Bukhariy, no.
2239, 2472, 6647; Shahih Muslim, no. 199 dan lainnya)
Qauliyah dan amaliyah Nabi Saw ini tentu saja merupakan pembuktian
Nabi Saw akan pelaksanaan dari firman Allah Swt bahwa muslimin
tidak boleh terhalang oleh perbedaan agama untuk berbuat baik dan berlaku adil.
Lalu Allah Swt menutup ayat tersebut dengan firman-Nya, “Sesungguhnya
Allah Swt mencintai orang-orang yang adil.”
Bahkan Nabi Saw juga menyatakan bahwa beliau
akan menghadiri undangan dan menerima hadiah dari siapapun, dan dari agama
apapun. Seperti dalam hadis;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ كُرَاعٌ
لَقَبِلْتُ.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw.,
beliau bersabda, “Sekiranya aku diundang untuk menghadiri jamuan kaki
kambing, sungguh akan aku penuhi. Dan sekiranya aku diberi hadiah kaki kambing,
sungguh akan aku terima.” (Shahih al-Bukhariy, no. 4780 dan Musnad
Ahmad, no. 9121)
Kemudian Imam al-Bukhariy di dalam kitabnya al-Jami’
al-Shahih membuat judul bab sebagai berikut;
بَابُ قَبُوْلِ الهَدِيَّةِ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.
Bab Bolehnya menerima hadiah dari
orang musyrik. (al-Jami’ al-Sahih, 3/163).
Lalu beliau memuat beberapa riwayat tentang Nabi
Ibrahim as. dan tentang Nabi Saw banyak menerima hadiah dari non-Muslim.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ بِسَارَةَ فَأَعْطَوْهَا
آجَرَ فَرَجَعَتْ فَقَالَتْ أَشَعَرْتَ أَنَّ اللَّهَ كَبَتَ الْكَافِرَ
وَأَخْدَمَ وَلِيدَةً.
Dari Abu Hurairah ra., bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “Nabi Ibrahim as. berhijrah bersama Sarah,
lalu diberi Ajar (Siti Hajar), lalu Sarah kembali dan berkata, ‘Apakah kamu
mengerti bahwa Allah telah mengenyahkan orang kafir dan menghadiahi seorang
hamba sahaya?’.”
وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْدَمَهَا هَاجَرَ.
Dan berkata Ibnu Sirin dari Abu
Hurairah ra., dari Nabi Saw., “Menghadiahkan Hajar sebagai pelayan.” (Shahih
al-Bukhariy, no. 2441)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه، أَنَّ يَهُودِيَّة أَتَتِ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا، فَجِيءَ
بِهَا، فَقِيلَ: أَلاَ تَقْتُلُهَا قَالَ: لاَ قَالَ: فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا
فِي لَهَوَاتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم.
Dari Anas bin Malik ra., bahwa
ada seorang Wanita Yahudi yang datang menemui Nabi Saw dengan membawa
seekor kambing yang telah diracun lalu beliau memakannya. Kemudian Wanita itu
diringkus dengan bukti daging tersebut dan dikatakan, “Tidakkah sebaiknya kita
bunuh saja?” beliau menjawab, “Jangan!” sejak itu aku senantiasa melihat
bekas racun tersebut pada anak lidah Rasulullah. (Shahih al-Bukhariy, no.
2424)
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ غَزَوْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبُوكَ وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ
بِبَحْرِهِمْ.
Dari Abu Humaid al-Sa’diy ra.,
berkata, “Kami ikut perang Tabuk bersama Nabi Saw lalu raja Aylah
memberi hadiah seekor baghal berwarna putih kepada Nabi Saw dan beliau
(membalas) dengan memakaikan burdah kepada raja itu dan menetapkan baginya
untuk tetap berkuasa atas negerinya.” (Shahih al-Bukhariy, no. 2926)
Setelah mengutip riwayat-riwayat tersebut, selanjutnya
al-Bukhariy mencantumkan hadis:
عَنْ قَتَادَةَ: حَدَّثَنَا أَنَسٌ رضي الله عنه، قَالَ: أْهْدِيَ
لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم جُبَّةُ سُنْدُسٍ، وَكَانَ يَنْهى عَنِ الْحَرِيرِ
فَعَجِبَ النَّاسُ مِنْهَا فَقَالَ: وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَمَنَادِيلُ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ فِي الْجَنَّةِ أَحْسَنُ مِنْ هذَا.
Dari Qatadah: Telah menceritakan
kepada kami Anas, Nabi Saw dihadiahi baju jubah terbuat dari sutera tipis dan
sebelumnya beliau telah melarang memakai sutera lalu orang-orang menjadi heran
karenanya. Maka beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, sungguh sapu tangan Sa’ad bin ‘Ubadah di surga lebih baik dari
ini.” (Shahih al-Bukhariy, no. 2423)
Semua riwayat tersebut yang disebutkan al-Bukhariy dan
juga riwayat lainnya, menunjukkan bolehnya menerima hadiah dari orang kafir
karena termasuk urusan muamalah. Apalagi menerima hadiah dari milad organisasi
Islam tentu hukumnya mubah.
Kesimpulan:
Menerima bantuan dari acara milad
organisasi secara asal hukumnya mubah.
Oleh: THAIFAH MUTAFAQQIHINA
FIDDIN (Ust. H. Zae Nandang, Ust. H. U. Jalaluddin, Ust. H. M. Rahmat Najieb,
Ust. H. Uus M. Ruhiat, Ust. H. Wawan Shofwan S., Ust. H. Wawa Suryana, Ust. H.
Agus Ridwan, Ust. Amin Muchtar, Ust. H. M. Nurdin, Ust. Ginanjar Nugraha, Ust.
H. Dede Tasmara, Ust. Latief Awaludin, Ust. Hamdan Abu Nabhan, Ust. Gungun
Abdul Basith)
Ditulis ulang oleh: Hanafi
Anshory
Bersumber dari: Majalah
Risalah No. 12 Thn. 61 Maret 2024: Rubrik ISTIFTA, hlm. 44-47.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan