oleh: Ust. Tito Irawan, S.Ag
…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (2)
“…Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan takutlah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”. Q.s. Al-Maidah:2.
TAFSIR MUFRADAT:
البرadalah keluasaan dalam melakukan segala kebajikan.
التقوى adalah menjaga diri dari satu kemadaratan baik dalam urusan agama ataupun keduniaan.
الإثم adalah segala bentuk dosa dan kemaksiatan.
العدوان adalah melanggar batasan-batasan syari’at dan muamalat serta keluar dari prinsip keadilan. Al-Maraghi, VI: 45.
TAFSIR AYAT:
Ayat di atas merupakan perintah tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, saling memperingatkan pada perintah Allah swt. dan mengamalkannya, serta saling mencegah dari larangan Allah swt. dan menjauhinya.
Kata البر dan التقوى merupakan dua lafaz yang bisa diartikan sama. Pada ayat ini kata tersebut diulang dengan lafaz yang berbeda sebagai penegasan saja, karena setiap kebajikan adalah ketakwaan dan setiap ketakwaan adalah kebajikan.
Dalam arti yang lebih spesifik al-birru mencakup dalam mengerjakan yang wajib dan yang sunat, sedangkan at-taqwa merupakan penjagaan terhadap perkara tersebut. (Al-Qurthubhi, VI:47).
Allah swt. menggandengkan perintah mengerjakan kebajikan dengan ketakwaan, karena dalam takwa ada keridlaan Allah swt. dan dalam kebajikan ada keridlaan manusia. Dan siapa yang bisa menggabungkan rida Allah dan rida manusia sungguh telah sempurna kebahagiaan dan kenikmatan hidupnya.
Tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa bisa dilakukan dengan berbagai cara, seorang ‘alim wajib menolong orang lain mengajarkan ilmunya kepada mereka, seorang kaya menolong mereka dengan hartanya, seorang pemberani dengan keberaniannya di jalan Allah, dan setiap muslim hendaklah saling menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.
Perintah tolong-menolong terbatas hanya dalam kebajikan dan ketakwaan, menolong orang yang dizalimi dengan kemampuan, dan menolong orang yang menzalimi dengan mencegah kezalimannaya sekuat tenaga. Rasulullah saw. bersabda:
"اُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تُحْجِزُهُ وَ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ فَذَاكَ نَصْرُهُ".
Tolonglah saudaramu yang zalim!” Kemudian ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, bisa saya fahami menolong yang dizalim, tetapi bagaimanakah saya menolong orang yang zalim?” Beliau bersabda, “Engkau cegah dan halangi kezalimannya, begitulah cara menolongnya”. H.r. Ahmad.
Sedangkan tolong menolong dalam dosa permusuhan dan membantu suatu kezaliman walau hanya dengan sepatah kata yang keluar dari lisannya akan mengundang murka Allah swt.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مَكْتُوبًا بَيْنَ عَيْنَيْهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ".
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang membantu memerangi mukmin walau dengan sepatah kata, ia akan bertemu Allah dan tertulis di antara dua matanya ‘putus asa dari rahmat Allah’.” H.r. Abu Daud.
Tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa juga bisa dilakukan dengan cara mempelopori orang lain berbuat amal salaeh, baik dengan lisan ataupun amal nyata. Tentunya merupakan suatu keutamaan jika seseorang mengajak orang lain melakukan kebajikan sekaligus dengan contoh perbuatannya. Akan tetapi bagi orang yang hanya mampu menunjukan orang lain pada kebajikan walaupun ia belum bisa melakukannya, Rasulullah saw. pun tetap memberikan penghargaan seperti orang yang melakukannya. Begitupun sebaliknya dalam kejelekan.
Seseorang akan mudah dan gampang menolong dalam kebajikan atau sebaliknya malah dalam membantu suatu kezaliman bergantung kepada proses pembiasaan dirinya dalam beramal. Kebajikan atau kejelekan yang sudah menjadi kebiasaan akan mempengaruhi kecenderungan hati, dan jika hati sudah cenderung pada suatu kebajikan atau kejelekan akan dengan sangat gampang dan enteng dalam melakukannya dan tanpa keraguan dan pemikiran lagi, yang demikianlah yang suka dinamakan akhlak.
Ketika ada sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai kebajikan dan dosa, beliau menjawab:
اسْتَفْتِ قَلْبَكَ، وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ.
“Tanyalah hatimu dan jiwamu, kebajikan itu adalah sesuatu yang menentramkan hati dan jiwa, sedangkan dosa adalah unek-unek jelek yang ada dalam hati dan keraguan dalam dada.” H.r. Ahmad.
Rasulullah saw., memerintahkan semampu mungkin kita menyingkirkan kecenderungan jelek yang ada dalam hati dengan membiasakan pada kebajikan, karena seorang mukmin sejati adalah orang yang sangat tersiksa dengan kejelekan amal dirinya dan sangat bersuka cita dengan kebajikannya.
Ditulis oleh: Ust. Faqih Aulia (LITKA PC Pemuda PERSIS Batununggal Kota Bandung)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan