HUKUM
MEMBUNUH BEGAL/ PERAMPOK
Apabila terjadi perampokan, lalu
yang mati yang merampok. Apakah yang dirampok/ yang membunuh ada qisas?
Jawaban
Membela diri dan menjaga
kehormatan merupakan suatu keniscayaan bagi seorang mukmin. Allah Swt. menjelaskan
salah satu sifat orang mukmin dalam Al-Quran surat asy-Syura ayat 39,
firman-Nya:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ
(juga
lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan
dengan zalim, mereka membela diri. (Qs. Asy-Syura [42]: 39)
Imam al-Qurtubi
menjelaskan dalam tafsir ayat di atas,
هُوَ عَامٌّ فِيْ بَغْيِ كُلِّ بَاغٍ مِنْ كَافِرٍ وَغَيْرِهِ،
أَيْ إِذَا نَالَهُمْ ظُلْمٌ مِنْ ظَالِمٍ لَمْ يَسْتَسْلِمُوْا لِظُلْمِهِ.
“Ini umum bagi seluruh pelaku kezaliman, baik orang kafir maupun
selainnya. Maksudnya, apabila mereka dizalimi oleh orang yang zalim, mereka
tidak menyerah terhadap kezaliman itu.” (Tafsir al-Qurthubi, 16/ 39)
Rasulullah Saw.
menegaskan keutamaan orang yang membela diri, harta, keluarga dan agamanya,
apabila terbunuh, dia wafat dalam keadaan syahid. Dalam sebuah hadis
disebutkan,
عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ
قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ ، أَوْ دُونَ
دَمِهِ ، أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ.
Dari Sa’id
bin Zaid ra., dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Siapa yang dibunuh karena
membela hartanya maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya
atau karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia syahid.” (Hr.
Abu Daud, Sunan Abi Daud, 4/ 246)
اَلشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمٰتُ
قِصَاصٌۗ فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى
عَلَيْكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Bulan haram
dengan bulan haram dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) kisas.
Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan
serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
bersama orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al-Baqarah [2]: 194)
عَنْ قَابُوسَ بْنِ مُخَارِقٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ
يَأْتِينِي فَيُرِيدُ مَالِي قَالَ ذَكِّرْهُ بِاللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ
يَذَّكَّرْ قَالَ فَاسْتَعِنْ عَلَيْهِ مَنْ حَوْلَكَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ حَوْلِي أَحَدٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ فَاسْتَعِنْ
عَلَيْهِ بِالسُّلْطَانِ قَالَ فَإِنْ نَأَى السُّلْطَانُ عَنِّي قَالَ قَاتِلْ
دُونَ مَالِكَ حَتَّى تَكُونَ مِنْ شُهَدَاءِ الْآخِرَةِ أَوْ تَمْنَعَ مَالَكَ.
Dari Qabus bin Mukhariq, dari
bapaknya, berkata, ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Saw. dan
berkata, “Ada seseorang datang kepadaku dan ingin merampas hartaku.” Beliau bersabda,
“Nasehatilah dia supaya mengingat Allah.” orang itu berkata, “Bagaimana
kalau ia tak ingat?” beliau bersabda, “Mintalah bantuan kepada orang-orang
muslim di sekitarmu.” Orang itu menjawab, “Bagaimana kalau tak ada orang
muslim di sekitarku yang bisa menolong?” beliau bersabda, “Mintalah bantuan
penguasa (aparat berwajib).” Orang itu berkata, “Kalau aparat berwajib
tersebut jauh dariku?” beliau bersabda, “Bertarunglah demi hartamu sampai
kau tercatat syahid di akhirat atau berhasil mempertahankan hartamu.” Hr.
an-Nasai, Sunan an-Nasai, 7/ 113.
عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ
مَالِى قَالَ « فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِى قَالَ
« قَاتِلْهُ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِى قَالَ « فَأَنْتَ شَهِيدٌ ».
قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ قَالَ « هُوَ فِى النَّارِ ».
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata
bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah Saw., ia berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin
merampas hartaku?” beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.” Ia bertanya
lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” beliau bersabda, “Bunuhlah
dia.” Dia bertanya, “Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, beliau menjawab,
“Engkau dicatat syahid,” dia bertanya kembali, “Bagaimana jika aku yang
membunuhnya?”, beliau bersabda, “Ia yang di neraka.” Hr. Muslim, Shahih
Muslim, 1/ 124.
وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ مَا عَلَيْهِمْ
مِّنْ سَبِيْلٍۗ
Akan tetapi,
sungguh siapa yang membela diri setelah teraniaya, tidak ada satu alasan pun
(untuk menyalahkan) mereka. Qs. Asy-Syura [42]: 41.
أَيْ وَاللهِ لَمَنِ انْتَصَرَ مِمَّنْ ظَلَمَهُ بَعْدَ ظُلْمِهِ إِيَّاهُ،
فَأُولئِكَ الْمُنْتَصِرُوْنَ لَا سَبِيْلَ لِلْمُنْتَصِرِ مِنْهُمْ أَنْ يُوَجِّهُوْ
إِلَيْهِمْ عُقُوْبَةً وَلَا أَذًى لِأَنَّهُمُ انْتَصَرُوْا مِنْهُمْ بِحَقٍّ، وَمَنْ
أَخَذَ حَقَّهُ مِمَّنْ وَجَبَ لَهُ عَلَيْهِ وَلَم يَتَعَدَّ - لَمْ يُظْلِمْ فَلَا
سَبِيْلَ لِأَحَدٍ عَلَيْهِ.
Demi Allah, sungguh orang yang membela
diri dari orang yang telah menzaliminya setelah kezaliman itu, mereka yang
membela diri tersebut tidak ada jalan untuk diberikan hukuman atau disakiti, karena
mereka telah membela dirinya dengan hak. Dan bagi orang yang mengambil haknya
dari seseorang sesuai dengan yang seharusnya, dan tidak melampaui batas, maka
dia tidak akan menzalimi dan tidak ada jalan bagi siapa pun untuk membalasnya.
(Tafsir al-Maraghi, 25/ 56)
Kesimpulan
Dari berbagai keterangan di atas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Kezhaliman dapat dibalas dengan
balasan setimpal dan tidak boleh melampaui batas.
2.
Membela diri dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
3.
Membela diri sampai pada tahap
membunuh karena kondisi nyawa terancam, tidak dikenakan ‘uqubah, baik
berupa had, qishash atau kifarat.
Oleh: THAIFAH MUTAFAQQIHINA
FIDDIN (Ust. H. Zae Nandang, Ust. H. U. Jalaluddin, Ust. H. M. Rahmat Najieb,
Ust. H. Uus M. Ruhiat, Ust. H. Wawan Shofwan S., Ust. H. Wawa Suryana, Ust. H.
Agus Ridwan, Ust. Amin Muchtar, Ust. H. M. Nurdin, Ust. Ginanjar Nugraha, Ust.
H. Dede Tasmara, Ust. Latief Awaludin, Ust. Hamdan Abu Nabhan, Ust. Gungun
Abdul Basith)
Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory
Bersumber dari: Majalah
Risalah No. 2 Thn. 62 Mei 2024: Rubrik ISTIFTA, hlm. 41-43.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan