PERINGATAN
ULANG TAHUN TANPA PERAYAAN
Bagaimana hukumnya ulang tahun tanpa perayaan? Apakah
diperbolehkan? Jamaah
Pengajian.
Jawaban:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hari ulang
tahun artinya hari yang bertepatan dengan tanggal dan bulan lahir. Jadi ulang
tahun itu hari yang bertepatan dengan tanggal dan bulan lahir yang terulang
pada tahun berikutnya. Merayakan ulang tahun kelahiran hukumnya haram karena
termasuk perbuatan tasyabbuh kepada kebiasaan orang kafir yang erat kaitannya
dengan keyakinan mereka.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata, Rasulullah Saw. telah
bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia dari golongan mereka.” (HR.
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, VI: 144, 4031)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا
يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ.
Dari Abu Sa’id ra., bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kalian
pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka menempuh (masuk) ke
dalam lubang biawak kalian pasti akan mengikutinya.” Kami bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah yang engkau maksud Yahudi dan Nashrani?” beliau menjawab, “Siapa
lagi (kalau bukan mereka).” (Hr. al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, IV:
206, no. 3456, Muslim, Sahih Muslim, VIII: 57, 6952, dan yang lainnya)
Adapun mengingat hari kelahiran tanpa disertai
perayaan hukumnya boleh. Bahkan seharusnya setiap hari yang telah lalu menjadi
peringatan bahwa ia tidak akan pernah kembali. Dengan bertambahnya hari dan
bergantinya tahun itu berarti bertambahnya umur kita sekaligus berkurangnya
jatah hidup kita di dunia.
Hasan al-Bashri mengatakan:
لَمْ يَزَلِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ سَرِيْعَيْنِ فِيْ نَقْصِ الأَعْمَارِ
وَتَقْرِيْبِ الآجَالِ.
“Malam dan siang akan terus berlalu dengan
cepat dan umur pun berkurang, ajal (kematian) pun semakin dekat.” (Jami’
al-‘Ulum wa al-Hikam, II: 383)
Jadi ulang tahun itu semestinya menjadi peringatan
bagi siapa saja untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya karena jatah hidup
berkurang dan semakin dekat dengan kematian. Melewatinya secara sia-sia tidak
akan dapat terlunasi selamanya.
Imam Ibnul Qayyim menerangkan:
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الْمَوْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ
عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالْمَوْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا.
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian.
Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri
akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.” (al-Fawaid,
13)
Dan Allah Swt. berfirman,
وَهُوَ الَّذِيْ
جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَ
شُكُوْرًا
Dia (pula)
yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil
pelajaran atau ingin bersyukur. Qs. Al-Furqan [25]: 62.
Mengenai ayat
ini, Imam Ibnu Katsir menerangkan: Yaitu Allah menjadikan siang dan malam silih
berganti sebagai pertanda waktu buat hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya.
Maka barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di malam hari, ia dapat
menyusulnya di siang hari; dan barang siapa yang meninggalkan suatu amalan di
siang hari, ia dapat menyusulnya di malam hari. Dalam sebuah hadis sahih telah
disebutkan:
إِنَّ اللَّه
عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُط يَده بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيء النَّهَار وَيَبْسُط
يَده بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيء اللَّيْل.
“Sesungguhnya Allah Azza wa
Jalla membuka lebar tangan-Nya di malam hari supaya orang yang melakukan dosa
di siang hari bertaubat, dan Dia membuka lebar tangan-Nya di siang hari supaya
orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat.” Tafsir Ibnu Katsir, 6: 110.
Oleh karena itu bagi seorang
muslim waktu begitu berharga, karena kelak ia akan ditanya, dimana waktu
tersebut dihabiskan. Rasulullah Saw bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا
عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ ،
وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ
أَنْفَقَهُ ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ.
“Kedua kaki seorang hamba
tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di
manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana
ia peroleh dan (4) dimana ia infaqkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.”
Hr.
at-Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barrah al-Aslami.
Dengan keterangan di atas, maka
sudah semestinya seorang muslim menyikapi ulang tahun dengan tidak mengadakan
perayaan. Justru seorang muslim harus melihat ulang tahun itu dengan menjadikannya
sebagai peringatan bahwa dia semakin dekat dengan kematian yang mengharuskannya
untuk menambah amal shaleh dan segera bertaubat dari dosa.
Kesimpulan:
1.
Mengingat hari lahir hukumnya
mubah.
2.
Merayakan hari lahir hukumnya
haram.
3. Mengingat waktu tertentu harus dijadikan tazkirah bahwa hidup semakin mendekati kematian, bertaubat dan memperbanyak amal sholeh.
Oleh: THAIFAH MUTAFAQQIHINA FIDDIN (Ust. H. Zae Nandang, Ust. H. U. Jalaluddin, Ust. H. M. Rahmat Najieb, Ust. H. Uus M. Ruhiat, Ust. H. Wawan Shofwan S., Ust. H. Wawa Suryana, Ust. H. Agus Ridwan, Ust. Amin Muchtar, Ust. H. M. Nurdin, Ust. Ginanjar Nugraha, Ust. H. Dede Tasmara, Ust. Latief Awaludin, Ust. Hamdan Abu Nabhan, Ust. Gungun Abdul Basith)
Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory
Bersumber dari: Majalah Risalah No. 12 Thn. 61 Maret 2024: Rubrik ISTIFTA, hlm. 47-48.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan