JANGAN MELEWATI BATAS


بسم الله الرحمن الرحيم

“JANGAN MELEWATI BATAS”
Oleh: Tito Irawan S.Ag

…وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31) 
Makan dan minumlah tetapi janganlah melewati batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas. (Q.s. Al-A’raf: 31)

TAFSIR MUFRADAT:
اَلْإِسْرَافُ adalah melewati batas pada setiap pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, pada harta atau yang lainnya. Kata ini terkadang menggambarkan batasan jumlah dan terkadang pula menggambarkan batasan kaifiyyah. Oleh karena itu, Imam Sufyan pernah berkata, “Harta yang engkau infakkan selain untuk taat kepada Allah swt. termasuk melewati batas, walaupun jumlahnya sedikit.”

TAFSIR AYAT:
Di dalam Alquran ada 26 ayat tentang makan, sementara yang memerintahkan salat hanya 16 ayat. Hal ini bukan berarti makan lebih penting dari salat dan harus lebih banyak makan daripada salat. Karena ayat-ayat yang memerintah makan tidak sebatas memerintah makan saja, tetapi selalu dikaitkan dengan perintah-perintah lainnya. Seperti pada ayat di atas, perintah makan dan minum dikaitkan dengan larangan melewati batas.

Pada ayat di atas, Allah swt. menghalalkan makan dan minum selama tidak melewati batas. Tidak menyiksa diri dengan terus menerus saum tanpa berbuka yang akan mematikan jiwa dan melemahkan ibadah. Atau sebaliknya makan dan minum berlebih-lebihan tanpa aturan yang akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit.

Bagi orang yang makan dan minumnya tidak berlebih-lebihan, hanya sekedar menghilangkan lapar dan dahaga, akan mendapat banyak manfaat dari makan dan minumnya itu. Diantaranya badan lebih sehat, hafalan lebih bagus, pikiran lebih jernih, tidur lebih sedikit, dan beban jiwa lebih ringan. Tetapi jika melebihi kebutuhan akan kekenyangan dan merusak pencernaan, dari sanalah akan timbulnya berbagai macam penyakit. Hal inilah yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. 

عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَقُولُ: "مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، حَسْبُ الْآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ غَلَبَتْ الْآدَمِيَّ نَفْسُهُ، فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ، وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ، وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ". رواه ابن ماجة
Dari Al-Miqdam bin Ma’dakariba, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidakkah anak Adam mengisi penuh suatu wadah yang jelek dari pada mengisi penuh perutnya. Padahal cukup bagi anak Adam beberapa suap yang bisa menegakkan punggungnya. Tetapi jika anak Adam tidak bisa menahan diri. Maka hendaklah perut itu dibagi tiga. Sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk bernapas.” H.r. Ibnu Majah

Dikisahkan bahwa khalifah Harun ar-Rasyid mempunyai seorang tabib Nasrani yang cerdik. Tabib itu berkata, kepada Ali bin al-Husaen, “Tidak ada pada kitab kalian sedikit pun tentang ilmu kedokteran. Padahal ilmu itu ada dua macam, ilmu agama dan ilmu badan.” Ali bin al-Husaen berkata, ‘Allah swt. telah merangkum seluruhnya pada kitab kami hanya dalam setengah ayat.’ Tabib itu bertanya, ‘Ayat yang mana?’ Ali bin al-Husen berkata, ‘Firman Allah swt., ‘Makan dan minumlah tetapi jangan melewati batas.’

Tabib itu berkata lagi, ‘Tidak ada satu pun hadis dari Rasul kalian tentang ilmu kedokteran.’ Ali bin al-Husaen berkata, ‘Rasulullah saw. telah merangkum seluruh ilmu kedokteran dalam lafal yang singkat.’ Tabib itu bertanya, ‘Hadis yang mana?’ Ia berkata:

(الْمَعِدَةُ بَيْتُ الْأَدْوَاءِ وَالْحِمْيَةُ رَأْسُ كُلِّ دَوَاءٍ وَأَعْطِ كُلَّ جَسَدٍ مَا عَوَّدْتَهُ).
Perut itu adalah tempat-tempat penyakit, dan berpantang dari makanan tertentu adalah pokok dari segala kesembuhan. Oleh karena itu berikanlah pada setiap tubuh yang bermanfaat baginya.

Tabib itu berkata, ‘Kitab kalian dan Nabi kalian tidak menyisakan ilmu kedokteran bagi Jalinus.” Al-Qurthubi, VIII: 192

Penyembuhan suatu penyakit dapat dilakukan dengan dua cara, dengan berobat dan dengan berpantang makanan tertentu. Jika keduanya dilakukan dengan bersamaan, maka dengan izin Allah swt. suatu penyakit akan segera disembuhkan. Dan jika salah satunya, maka menjaga pantanganlah yang lebih utama. Karena tidak akan ada manfaatnya suatu obat tanpa menjaga pantangan. Dan menjaga pantangan akan bermanfaat walau tanpa berobat.

Diantara israf (melewati batas) adalah mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah swt. atas manusia atau sebaliknya. Semata-mata pada perasaan suka atau tidak suka dari pikiran manusia sendiri. Allah swt. berfirman, “Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya. Dan (siapa pula yang mengharamkan) rezeki yang baik… (Q.s. Al-A’raf: 32)

Ayat di atas diakhiri dengan kalimat “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas.” Kalimat ini merupakan puncaknya suatu ancaman. Karena setiap yang tidak dicintai oleh Allah diharamkan mendapat pahala. Makna Allah mencintai seorang hamba adalah sampainya pahala dari Allah kepadanya. Ketidakadaan kecintaan-Nya menggambarkan ketidaksampaian pahala dari-Nya. Dan jika pahala tidak sampai, maka yang ada hanyalah siksa.
  
Oleh: Ust. Faqih Aulia, LITKA PC PEMUDA PERSIS BATUNUNGGAL KOTA BANDUNG.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama