DERAJAT HADITS MENGENAI “MENGAZANI
BAYI KETIKA LAHIR”
Sebagian kaum muslimin khususnya di Indonesia mempunyai
suatu tradisi mengumandangkan azan pada telinga kanan bayi dan iqomat pada
telinga kirinya. Karena tedapat hadits
yang menerangkan Rasulullah melakukan hal tersebut. Alangkah baiknya ketika
bayi dilahirkan, diperdengarkan kalimat tauhid yang mengajaknya kedalam
kebenaran dengan kalimat-kalimat adzan. Sebelum bayi tersebut mendengarkan
perkataan ataupun bisikan yang belum tentu medidiknya. Karena melakukan hal
tersebut mempunyai hikmah serta tujuan. Mengajarkan nilai-nilai pendidikan
tentang adzan ditelinga bayi yang baru lahir, dilihat dari susunan kalimat
dalam adzan mengandung pilosofis urutan kata-kata yang menunjukan tuntunan
dalam kehidupan.
Terdapat hadits-hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa sallam pernah mengdazani cucu nya Al-Hasan ketika ia baru
dilahirkan dan juga beliau memerintahkan supaya melakukan hal demikian supaya
anak yang baru dilahirkan tidak diganggu oleh Ummu Shibyan (jin yang
mengganggu).
Maka mengenai Hadits-Hadits tentang mengadzankan bayi
ketika lahir terdapat beberapa riwayat yang menerangkannya, dan akan dijelaskan
pada tulisan ini -In Syaa allah-
mengenai derajat hadits-hadits tersebut berdasarkan penilaian para ulama Ahli
Hadits.
Yang pertama:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
بِالصَّلَاةِ
...dari Ubaidullah bin Abu Rafi'dari bapaknya ia berkata,
"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengumandangakan
adzan layaknya adzan shalat pada telinga Al Hasan bin Ali ketika dilahirkan
oleh ibunya, Fatimah."[1] Serta At-Tirmidziy[2]
juga meriwayatkan dengan sanad:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ،
قَالَا: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَذَّنَ
فِي أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
...dari Ubaidullah bin Abi Rafi' dari Bapaknya ia
berkata: Aku melihat Rasulullah SAW mengumandangkan adzan layaknya adzan shalat
pada telinga Hasan bin Ali ketika fatimah melahirkannya.
Pada sanad hadits tersebut terdapat salah seorang Rowi
yang bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidillah al-‘Adawi al-Madani. Menurut Imam Ibnu Hajar rahimahullah, ia berkata
bahwa, “Dia lemah (riwayatnya).[3]
Dan pada keterangan lain beliau berkata, “Pertemuan sanad hadits ini pada
‘Ashim bin ‘Ubaidillah dan dia lemah (riwayatnya).[4]
Bahkan ulama ahli hadits yang lainnya pun,diantaranya
seperti Imam Abu Hâtim dan Abu Zur’ah, mereka berkata, “Haditsnya mungkar
(sangat lemah)”. Imam ad-Daraquthni berkata, “Haditsnya ditinggalkan dan dia
itu selalu lalai.[5]
Imam adz-Dzahabi menerangkan tentang kelemahan hadits
ini, ketika beliau membantah pendapat Imam al-Hâkim yang menshahihkan hadits
ini, Imam adz-Dzahabi berkata, “‘Ashim bin ‘Ubaidillah lemah (riwayatnya).
Bahkan dalam kitabnya, yaitu Mîzânul I’tidâl
beliau mencantumkan hadits ini sebagai contoh hadits lemah yang
diriwayatkan oleh rawi ini (Ashim bin ‘Ubaidillah).
Disamping melalui jalur ini, juga terdapat jalur lain,
yaitu Hadits melalui jalur sahabat Abu Rafi’ Radhiyallahu anhu , diriwayatkan
oleh Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr.[6]
Jalur ini juga sanadnya sangat lemah karena pada sanadnya ada rawi yang bernama
Hammad bin Syu’aib. Para Ulama juga melemahkan riwayatnya, bahkan Imam
al-Bukhâri berkata, “Para Ulama Ahli hadits meninggalkan (riwayat) haditsnya
(karena kelemahannya sangat fatal).”[7]
Yang kedua:
أخبرنا أبو محمد بن فراس
بمكة أنا أبو حفص الجمحي نا علي بن عبد العزيز نا عمرو بن عون أنا يحيى بن العلاء الرازي
عن مروان بن سالم عن طلحة بن عبد الله العقيلي عن الحسين بن علي قال: قال رسول الله
ﷺ من ولد له مولود فأذن في أذنه اليمنى وأقام في أذنه اليسرى رفعت عنه أم الصبيات
...Rasulullah bersabda: “Siapa yang kelahiran anak lalu
ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu
Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil) tidak akan membahayakannya“[8]
Hadits ini merupakan hadits palsu, karena pada sanadnya
terdapat dua rawi pemalsu hadits, yaitu Yahya bin al-‘Ala’ al-Bajali dan Marwan
bin Salim al-Gifari. Imam Ahmad berkata tentang Yahya bin al-‘Ala’, “Dia adalah
pendusta yang memalsukan hadits”. Imam ad-Daraquthni berkata, “Haditsnya
ditinggalkan (karena kelemahannya yang sangat fatal)”.[9]
Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa Marwan bin Salim, “Dia
ditinggalkan (riwayatnya). Bahkan Imam as-Saji dan lainnya menuduhnya
memalsukan hadits".[10]
Imam adz-Dzahabi menghukumi hadits ini sebagai hadits
palsu dan Syaikh al-Albani menyimpan hadits ini pada kitabnya silisilatudh
dha'ifah, dan beliau megatakan hadits ini palsu.
Yang Ketiga:
وأخبرنا علي بن أحمد بن
عبدان أنا أحمد بن عبيد الصفار نا محمد بن يونس نا الحسن بن عمر بن سيف السدوسي نا
القاسم بن مطيب عن منصور بن صفيه عن أبي معبد عن ابن عباس أن النبي ﷺ ” أذن في أذن
الحسن بن علي يوم ولد فأذن في أذنه اليمنى وأقام في أذنه اليسرى”
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan
pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari dilahirkannya. Beliau adzan pada
telinga kanannya dan iqamah pada telinga kiri“.[11]
Imam Al-Baihaqiy pada kitabnya ini (Syu’abul Iman)
,beliau mengatakan bahwa hadits ini pada
sanadnya terdapat kelemahan. Bahkan hadits ini sangat lemah atau bisa dikatakan
hadits palsu, karena pada sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama al-Hasan bin ‘Amr bin Saif
as-Sadusi al-‘Abdi. Mengenai Rowi itu:
Imam adz-Dzahabi berkata, “Dia dinyatakan pendusta oleh
Imam ‘Ali bin al-Madini”. Imam al-Bukhâri berkata, “Dia pendusta.” Imam ar-Razi berkata, “Dia ditinggalkan
(riwayatnya)”.[12]
Al-Hafidz Ibnu hajar mengatakan dia itu “Matruk”.[13]
Juga dipertegas kembali oleh salah seorang ulama
mutaakhirin yaitu syaikh albani, beliau mengatakan: ‘Aku katakan hadits ini
(hadits Abu Rafi) juga telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas degan sanad yang
lemah. Aku menyebutkannya seperti syahid terhadap hadits ini ketika berbicara
tentang hadits yang akan datang setelahnya dalam Silsilah Al-Hadits
Adl-Dla’ifah no (321) dan aku berharap di sana ia dapat menjadi syahid untuk
hadits ini.[14]
Namun Syaikh Al-Albani juga menyatakan : “Aku katakan
sekarang bahwa hadits Ibnu Abbas tidak pantas sebagai syahid karena pada
sanadnya ada rawi yang pendusta dan matruk. Maka Aku heran dengan Al-Baihaqi
kemudian Ibnul Qayyim kenapa keduanya merasa cukup atas pendlaifannya. Hingga
hampir-hampir aku memastikan pantasnya (hadits Ibnu Abbas) sebagai syahid. Aku
memandang termasuk kewajiban untuk memperingatkan hal tersebut.[15]
Maka berdasarkan hasil penelitian mengenai hal ini.
Hadits-Hadits tentang mengadzani bayi ketika lahir semuanya dha'if bahkan ada
yang maudhu. Karena pada semua jalur periwayatannya terdapat rowi yang dha’if
berdasarkan penilaian para ulama hadits , yaitu ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, Hammad
bin Syu’aib, Yahya bin al-‘Ala’ al-Bajali, Marwan bin Salim al-Gifari, dan
al-Hasan bin ‘Amr bin Saif as-Sadusi al-‘Abdi.
Walaupun jalur periwatannya ada beberapa ,akan tetapi
tidak satupun jalur periwayatannya dapat dijadikan sebagai penguat, dikarenakan
terdapat kelemahan.
Adapun mengenai para ulama yang berpandapat sunnah bahkan
menguatkan perbuatan mengadzani bayi ketika lahir seperti Imam Ibnu Qoyyim, Syikh
sayyid sabiq, dan yang lainnya. Sama sekali bukan untuk merendahkan atau
menjatuhkan kedudukan mereka, karena mereka itu merupakan para ulama yang telah
diakui keilmuannya, termasuk dalam Ilmu hadits ini, baik dalam Ilmu riwayah
maupun dirayah. Akan tetapi, karena pendapat mereka banyak dijadikan sebagai
rujukan dalam masalah mengadzankan bayi ketika lahir, maka dijelaskan derajat
hadits ini dengan menukil keterangan ilmiah dari para Ulama Hadits lainnya. Wallahu
A’lam Bish Shawwab.
Ditulis oleh: Herdimas Azka Abi Naya (Anggota PC
Pemuda PERSIS Pangalengan, Santri Kelas XII Pesantren PERSIS 34 Cibegol
Kutawaringin Kabupaten Bandung)
[1] Lihat
Sunan Abi Daud IV:324 No.5105
[2] Lihat
Sunan At-Tirmidziy IV:97 No.1514
[3] Lihat Taqrib At-Tahdzib
Hal.472 No.328
[4] Lihat Talkhis
Al-Habir IV:348
[5] Lihat Mizan
al-I’tidal II:33
[6] Lihat Al-Mujam
Al-Kabir I:313
[7] Lihat Lisan
Al-Mizan III:270 No.2734
[8] Lihat Syu’abul
Iman VI:390 No.8619
[9] Lihat Tahdzib
Al-Kamal, Marwan bin Salim XXVII:392 No.5873 dan Yahya bin Al-‘Ala XXXI:484
No.6895
[10] Lihat Taqrib
At-Tahdzib hal.931 No.6614
[11] Lihat Syu’abul
Iman VI:390 No.8620
[12] Lihat Mizan
Al-I’tidal I:516 No.1919
[13] Lihat Taqrib
At-Tahdzib hal.241 No.1279
[14] Lihat Irwa’
Al-Ghalil IV:401
[15] Lihat Silsilah
Adh-Dha’ifah I:491
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan