Pertanyaan:
Apakah shalat witir 3 rakaat dengan formasi 2 rakaat sampai salam ditambah 1 rakaat sampai salam. Apakah ada dalilnya? (Ahmad Arif, Jamaah Pengajian Al-Ittihad PC Sumberjaya Majalengka.)
Jawaban:
Perihal shalat witir tiga rakaat, dengan jelas dan tegas telah diterangkan oleh Aisyah Ra sebagai berikut:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُؤْتِرُ بِثَلَاثٍ لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ
Keadaan Rasulullah Saw beliau shalat witir tiga rakaat dengan tidak dipisahkan di antara rakaat-rakaatnya. (HR. Ahmad)
Hadis ini menerangkan keadaan Rasulullah Saw dalam hal shalat witir beliau, yang jelas dan tegas diterangkan Aisyah, bahwasanya shalat witir beliau yang tiga rakaat itu tidak diselang dengan salam, tapi disekaliguskan tiga rakaat dengan sekali salam saja. Demikianlah contoh shalat witir yang diberikan Rasulullah. Bagi kita, sebagai umatnya, wajib tunduk serta patuh mengikuti cara yang dicontohkan Rasulullah. Wajib bagi kita mengikuti sunah Nabi. Dalam kitab shahih al-Bukhari, memang ada keterangan yang menerangkan perihal keadaan Ibnu Umar tatkala ia shalat witir, sebagai berikut:
أَنَّهُ كانُ يُسَلِّمُ بَيْنَ الرَّكْعَةِ وَالرَّكْعَتَيْنِ فِي الوِتْرِ حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضٍ حَاجَتِهِ
Sesungguhnya ia (Ibnu Umar) pernah salam (memisahkan) antara dua rakaat dengan satu rakaat lagi, tatkala ia shalat witir, sehingga ia memerintahkan (pelayannya) agar mengerjakan keperluannya. (HR. al-Bukhari).
Akan tetapi dalam riwayat terakhir ini, tidaklah kita dapat mengambil suatu alasan untuk menetapkan keutamaan shalat witir tiga rakaat dengan dipisahkan sebab riwayat ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah shalat witir pribadi. Sebab pada mulanya Ibnu Umar bermaksud shalat witir tiga rakaat dengan tidak hendak dipisahkan, akan tetapi tersebab ada sesuatu keperluan, ia duduk bertahiyyat, kemudian mengucapkan salam. (lihat Fathul bari 2:386)
Peristiwa ini hanyalah sekedar kebetulan saja, tersebab suatu keperluan mendesak yang tidak dapat ditangguhkan; Oleh karena itu Ibnu Umar tidak bershalat witir dengan tiga rakaat, tapi shalat witir dengan satu rakaat. Perlu pula diingat arti witir ialah ganjil, karenanya tidak disebut shalat witir bila keadaan jumlah rakaatnya genap.
Sa'id bin Manshur, meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Bakar bin Abdullah al Muzani, sebagai berikut: "Telah shalat Ibnu Umar dua rakaat. Kemudian ia berkata: "Wahay anak! Siapkanlah kendaraan bagi kami". Kemudian ia berdiri untuk shalat witir satu rakaat". (lihat Fathul Bari 2:386).
Peristiwa ini, hanyalah sekedar atsar (kelakuan) seorang shahabat. Sedangkan yang diberitakan Aisyah adalah benar-benar perbuatan (sunnah) Nabi sendiri. Oleh sebab itu, adalah lebih utama mengikuti perbuatan Nabi sebagai sunahnya yang wajib kita patuhi, dari pada perbuatan shahabat atau lainnya, yang masih dikenakan kewajiban harus tunduk serta patuh mengikuti sunnah Nabi.
MAJALAH RISALAH NO. 05 THN. 60 -AGUSTUS 2022 HLM. 35
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan