STATUS KEMAHRAMAN BAYI ADOPSI YANG DISUSUI TAPI TIDAK KELUAR ASI
Pertanyaan:
Pasangan suami istri mengadopsi bayi laki-laki. Bayi tersebut tidak ada ikatan keluarga dengan orang tua angkatnya. lalu disusui oleh ibu angkatnya, namun tidak keluar air susunya. Sekarang anak itu sudah besar. Bagaimana hukum kemahraman anak tersebut dengan ibu angkatnya? Apakah ada dalil untuk masalah tersebut? Asep, Mengger.
Jawaban:
Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah, tidak semua wanita boleh dinikahi. Wanita boleh dinikahi jika mereka tidak termasuk golongan wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi (mahram), baik yang diharamkan selamanya (mahram muabbad) atau sementara (mahram muaqqat). Haram
selamanya menjadikan perempuan haram dinikahi oleh laki-laki kapan pun saja dan dalam semua kondisi Sementara haram untuk sementara menjadikan perempuan haram dini kahi oleh laki-laki dalam kondisitertentu. Jika kondisi ini telah berubah. maka hilanglah hukum haram itu, sehingga perempuan tersebut menjadi halal kembali untuk dinikahi.
Sebab-sebab wanita haram dinikahi selamanya adalah:
1. Karena nasab.
2. Karena perkawinan.
3. Karena susuan.
Allah SWT berfirman
حرمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهُتُكُمْ وَبَنْتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمْتُكُمْ وَخُلْتُكُمْ وَبَنْتُ الْآخِ وَبَنْتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهُتُكُمُ الَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوْتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهُتُ نِسَابِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ الَّتِي فِي حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِّسَابِكُمُ الَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَابِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu: perempuan; anak-anakmu yan saudara-saudaramu ya yang saudara-saudara bapakmu perempuan; mu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki: anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak- anak istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika belum engkau campuri (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (memadu) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. an-Nisa' {4}: 23).
Dengan demikian, wanita yang haram dinikahi (mahram) karena nasab adalah:
1. Ibu.
2. Anak perempuan.
3. Saudara perempuan.
4. Bibi atau uwak (dari bapak).
5. Bibi atau uwak (dari ibu).
6. Anak-anak perempuan saudara laki-laki.
7. Anak-anak perempuan saudara perempuan.
Adapun wanita-wanita yang haram dinikahi karena perkawinan adalah:
1. Ibu istri (mertua), nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak bapak, dan ke atas. Sesuai dengan firman Allah:
وَأُمَّهَاتُ نِسَابِكُمْ
Artinya: "Dan ibu-ibu istrimu (mertua)."
2. Anak perempuan istrinya yang sudah digauli (anak tirinya), Sesuai dengan firman Allah:
وَرَبُّبُكُمُ الَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَائِكُمُ الَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
Artinya: "Dan anak-anak istrimu yang dalam asuhanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampuri istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya." Rabâib, adalah jamak dari rabibah, rabību al-rajuli artinya anak istri dari suami lain (anak tiri). Dinamakan rabiban karena dia yang akan merawatnya (mendidiknya), seperti dia merawat anaknya sendiri. Adapun firman Allah.
الَّتِي فِي حُجُورِكُم
Artinya: "Yang berada dalam asuhanmu."
Merupakan sifat untuk menjelaskan kondisi yang banyak terjadi pada anak tiri, yaitu bahwa anak-anak tiri biasanya mereka berada di rumah bapak tirinya, bukan merupakan pembatasan.
3. Istri anak laki-laki, istri cucunya (dari anak laki-laki atau perempuan), dan terus ke bawah, sesuai dengan firman Allah Swt.
وَحَلَبِلُ أَبْنَابِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
Artinya: "(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)" Halail bentuk plural dari halilah, artinya zaujah (istri), untuk suami biasanya disebut halil.
4. Istri bapak. Diharamkan bagi anak untuk menikah dengan istri bapak (ibu tirinya), begitu bapak melangsungkan akad dengannya, meskipun belum menggaulinya. Firman Allah SWT:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ أَبَاؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهَ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: "Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)". (QS. an-Nisa'(4): 22). Wanita yang haram dinikahi karena susuan ialah ibu yang menyusui dan saudara sesusu. Allah Swt berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهُتُكُمْ وَبَنْتُكُمْ وَأَخَوْتُكُمْ وَعَمْتُكُمْ وَخُلْتُكُمْ وَبَنْتُ الْآخِ وَبَنْتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهُتُكُمُ الَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوْتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang pe- rempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan," (QS. an-Nisa' {4}: 23).
Namun terkait hal ini ditemukan hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بِنْتِ حَمْزَةَ: لَا تَحِلُّ لي. يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ. هِيَ بنْتُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ
Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata: Nabi Saw bersabda tentang putri Hamzah: Dia tidak halal bagiku karena apa yang diharamkan karena sepersusuan sama diharamkan karena keturunan sedangkan dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan. (HR. al-Bukhari, Kitab asy-Syahadat, no. 2645).
Secara zhahir bahwa susuan yang menyebabkan diharamkannya perni kahan adalah susuan secara mutlak Namun pada beberapa hadits disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ : كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يحرمن ، ثُمَّ نُسِحْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ ، فَتُونِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ.
Dari 'Aisyah Ra bahwasanya ia berkata: "Dulu di antara ayat al-Qur'an yang diturunkan adalah bahwa sepuluh kali susuan yang sudah diketahui dapat mengharamkan (perkawinan), lalu dihapus dengan lima kali susuan yang diketahui, lalu Rasulullah Saw wafat, hal tersebut sebagaimana pada yang dapat dibaca dari al- Qur'an." (HR. Muslim, no. 1452, Abu Dawud, no. 2062, an-Nasai, no. 3307, ad-Darimi, no. 2144).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُحَرِّمُ الْمَصَّةُ وَالْمَصَّتَانِ
Dari 'Aisyah Ra ia berkata, Rasuullah Saw bersabda: "Tidak menjadikan haram hanya satu hisapan atau dua hisapan." (HR. Muslim, no. 1452, Abu Dawud, no. 2062, an-Nasai, no. 3307, ad-Darimi, no. 2144).
Hadits ini secara gamblang menjelaskan bahwa haramnya perkawinan tidak terjadi di bawah tiga susuan, tapi di atas dua susuan.
تَزَوَّجَتْ أُمُّ يَحْيِي بِنْتُ أَبِي إِهَابٍ، فَجَاءَتْ أَمَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ: قَدْ أَرْضَعْتُكُمَا فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَتْ لَهُ ذَلِكَ. فَقَالَ: وَكَيْفَ وَقَدْ قِيْلَ ؟ دَعْهَا عَنْكَ.
(Uqbah bin al-Haris berkata): Ummu Yahya binti Abi Ihab menikah, lalu datang seorang hamba sahaya perempuan yang hitam. Dia lantas berkata: "Aku telah menyusui kalian berdua". Maka aku mendatangi Nabi SAW, lalu aku ceritakan semua itu kepada Nabi SAW, beliau lalu bersabda: "Bagaimana lagi? Bukankah telah diucapkan olehnya (bahwa kalian berdua adalah anak susuannya)? Tinggalkan dia olehmu." (HR. al-Bukhari, no. 2658 dan 2678, Abu Dawud, no. 3603, at-Tirmid- zi, no. 1154, an-Nasai, no. 3330, ad-Darimi, no. 2146).
Di sini Nabi Saw tidak menanyakan berapa jumlah susuan, bahkan memerintahkan untuk meninggalkannya. Ini menunjukkan bahwa yang terpenting dalam masalah tersebut adalah penyusuannya, bukan jumlahnya.
عَنْ مَسْرُوقٍ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي رَجُلٌ قَالَ : يَا عَائِشَةُ مَنْ هَذَا؟ قُلْتُ : أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ. قَالَ : يَا عَائِشَةُ انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ. فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنْ الْمَجَاعَةِ.
Dari Masruq bahwa Aisyah Ra berkata, Nabi Saw menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang laki-laki. Beliau bertanya: <<Wahai <Aisyah, siapakah orang ini?» Aku menjawab: «la saudara sesusuanku.» Beliau bersabda: «Wahai <Aisyah lihatlah siapa yang menjadi sau- dara-saudara kalian, karena sesusuan itu terjadi karena lapar". (HR. al-Bukhari, Kitab asy-Syahadat, no. 2647)
Berdasarkan keterangan tersebut, jika memang diyakini secara pasti ibu angkatnya tersebut waktu menyusuinya dengan kondisi seperti yang ditanyakan (tidak keluar air susunya), maka tidak menjadikannya haram dinikahi (mahram) bagi si anak yang diadopsinya itu, akan tetapi memilih ihtiyath (kehati-hatian) tentu lebih baik. Wallahu a'lamu bishshawab.
MAJELIS IFTA
H. M. Romli - H Zae Nandang - H. Rahmat Najieb - H. uus M. Ruhiah - H. Wawa Suryana - H. U. Jalaluddin - Amir Muchtar.
MAJALAH RISALAH NO.07 THN. 60 - OKTOBER 2022.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan