TAFSIR IBNU KATSIR QS. AN-NISA [4]:
7-10
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا (7)
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu
bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian
yang telah ditetapkan.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ
قَوْلًا مَعْرُوفًا (8)
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak
yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadamya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا
مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)
Sesurgguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا
وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (10)
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah. yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
قَالَ سَعِيد بْن جُبَيْر وَقَتَادَة
كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَجْعَلُونَ الْمَال لِلرِّجَالِ الْكِبَار وَلَا
يُوَرِّثُونَ النِّسَاء وَلَا الْأَطْفَال شَيْئًا فَأَنْزَلَ اللَّه "
لِلرِّجَالِ نَصِيب مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ " الْآيَة
.
Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah mengatakan bahwa dahulu
orang-orang musyrik memberikan hartanya kepada anak-anaknya yang besar-besar
saja, dan mereka tidak mewariskannya kepada wanita dan anak-anak. Maka Allah
Swt. menurunkan firman-Nya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya. (An-Nisa: 7), hingga akhir
ayat.
أَيْ الْجَمِيع فِيهِ سَوَاء فِي حُكْم
اللَّه تَعَالَى يَسْتَوُونَ فِي أَصْل الْوِرَاثَة وَإِنْ تَفَاوَتُوا بِحَسَبِ
مَا فَرَضَ اللَّه لِكُلٍّ مِنْهُمْ بِمَا يُدْلِي بِهِ إِلَى الْمَيِّت مِنْ
قَرَابَة أَوْ زَوْجِيَّة أَوْ وَلَاء فَإِنَّهُ لُحْمَة كَلُحْمَةِ النَّسَب .
Yaitu semuanya sama dalam hukum Allah Swt. Mereka
mempunyai hak waris, sekalipun terdapat perbedaan menurut bagian-bagian yang
ditentukan oleh Allah Swt. bagi masing-masing dari mereka sesuai dengan
kedudukan kekerabatan mereka dengan si mayat, atau hubungan suami istri, atau
hubungan al-wala. Karena sesungguhnya hubungan wala itu
merupakan daging yang kedudukannya sama dengan daging yang senasab.
وَرَوَى اِبْن مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيق
اِبْن هَرَاسَة عَنْ سُفْيَان الثَّوْرِيّ عَنْ عَبْد اللَّه بْن مُحَمَّد بْن عَقِيل عَنْ جَابِر قَالَ أَتَتْ أُمّ كُحَّة
إِلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُول
اللَّه إِنَّ لِي اِبْنَتَيْنِ قَدْ مَاتَ أَبُوهُمَا وَلَيْسَ لَهُمَا شَيْء
فَأَنْزَلَ اللَّه تَعَالَى " لِلرِّجَالِ نَصِيب مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ " الْآيَة .
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibnu Hirasah. dari
Sufyan As-Sauri, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil. dari Jabir yang
menceritakan bahwa Ummu Kahhah datang nienghadap Rasulullah Saw., lalu
bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang anak
perempuan yang bapaknya telah mati, sedangkan keduanya tidak memperoleh warisan
apa pun (dari ayahnya)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabat.
(An-Nisa: 7), hingga akhir ayat.
وَسَيَأْتِي هَذَا الْحَدِيث عِنْد
آيَتَيْ الْمِيرَاث بِسِيَاقٍ آخَر وَاَللَّه أَعْلَم وَقَوْله " وَإِذَا حَضَرَ
الْقِسْمَة " الْآيَة.
Hadis ini akan diterangkan nanti dalam pembahasan kedua
ayat tentang pembagian warisan.
Firman Allah Swt.:
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat. (An-Nisa:
8)
قِيلَ الْمُرَاد حَضَرَ قِسْمَة
الْمِيرَاث ذَوُو الْقُرْبَى مِمَّنْ لَيْسَ بِوَارِثٍ
Menurut suatu pendapat makna yang dimaksud ialah apabila
di saat pembagian warisan dihadiri oleh kaum kerabat yang bukan dari kalangan
ahli waris.
" وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين " فَلْيُرْضَخْ لَهُمْ
مِنْ التَّرِكَة نَصِيب وَإِنَّ ذَلِكَ كَانَ وَاجِبًا فِي اِبْتِدَاء الْإِسْلَام
وَقِيلَ يُسْتَحَبّ وَاخْتَلَفُوا هَلْ هُوَ مَنْسُوخ أَمْ لَا عَلَى قَوْلَيْنِ
anak yatim dan orang miskin.
(An-Nisa: 8) Maka hendaklah mereka diberi bagian sekadarnya sebagai persen.
Sesungguhnya hal tersebut pada permulaan Islam diwajibkan. Menurut pendapat
yang lain adalah sunat. Para ulama berselisih pendapat, apakah hal ini
dimansukh ataukah tidak; ada dua pendapat mengenainya.
فَقَالَ الْبُخَارِيّ حَدَّثَنَا أَحْمَد
بْن حُمَيْد أَخْبَرَنَا عَبْد اللَّه الْأَشْجَعِيّ عَنْ سُفْيَان عَنْ
الشَّيْبَانِيّ عَنْ عِكْرِمَة عَنْ اِبْن عَبَّاس فِي الْآيَة . قَالَ هِيَ مُحْكَمَة وَلَيْسَتْ بِمَنْسُوخَةٍ . تَابَعَهُ سَعِيد عَنْ اِبْن عَبَّاس .
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah Al-Asyja'i, dari
Sufyan, dari Asy-Syaibani, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat
ini. Dikatakan bahwa ayat ini muhkamah dan tidak dimansukh.
Pendapat Imam Bukhari ini diikuti oleh Sa'id yang meriwayatkannya juga dari
Ibnu Abbas.
وَقَالَ اِبْن جَرِير حَدَّثَنَا
الْقَاسِم حَدَّثَنَا الْحُسَيْن حَدَّثَنَا عَبَّاد بْن الْعَوَّام عَنْ
الْحَجَّاج عَنْ الْحَكَم عَنْ مِقْسَم عَنْ اِبْن عَبَّاس قَالَ هِيَ قَائِمَة
يُعْمَل بِهَا وَقَالَ الثَّوْرِيّ عَنْ اِبْن أَبِي نَجِيح عَنْ مُجَاهِد فِي
هَذِهِ الْآيَة .
قَالَ هِيَ
وَاجِبَة عَلَى أَهْل الْمِيرَاث مَا طَابَتْ بِهِ أَنْفُسهمْ وَهَكَذَا رُوِيَ
عَنْ اِبْن مَسْعُود وَأَبِي مُوسَى وَعَبْد الرَّحْمَن بْن أَبِي بَكْر وَأَبِي
الْعَالِيَة وَالشَّعْبِيّ
وَالْحَسَن .
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada
kami Abbad ibnul Awwam, dari Al-Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini masih tetap berlaku dan dipakai. As-Sauri
meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini,
bahwa pemberian tersebut hukumnya wajib atas ahli waris si mayat dalam jumlah
yang disetujui oleh mereka dan mereka rela memberikannya. Hal yang sama
diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Abu Musa, Abdur Rahman ibnu Abu Bakar, Abul
Aliyah, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan.
وَقَالَ اِبْن سِيرِينَ وَسَعِيد بْن
جُبَيْر وَمَكْحُول إِبْرَاهِيم النَّخَعِيّ وَعَطَاء بْن أَبِي رَبَاح وَالزُّهْرِيّ
وَيَحْيَى بْن يَعْمَر إِنَّهَا وَاجِبَة
Ibnu Sirin, Sa'id ibnu Jubair, Makhul, Ibrahim
An-Nakha'i. Ata ibnu Abu Rabah, Az-Zuhri, dan Yahya ibnu Ya'mur mengatakan
bahwa pemberian tersebut hukumnya wajib.
وَرَوَى اِبْن أَبِي حَاتِم عَنْ أَبِي سَعِيد
الْأَشَجّ عَنْ إِسْمَاعِيل اِبْن عُلَيَّة عَنْ يُونُس بْن عُبَيْد عَنْ اِبْن
سِيرِينَ قَالَ وَلِيَ عُبَيْدَة وَصِيَّة فَأَمَرَ بِشَاةٍ فَذُبِحَتْ فَأَطْعَمَ
أَصْحَاب هَذِهِ الْآيَة .
فَقَالَ لَوْلَا
هَذِهِ الْآيَة لَكَانَ هَذَا مِنْ مَالِي
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Asyaj. dari
Ismail ibnu Ulayyah, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Ibnu Sirin mengatakan bahwa
Ubaidah mengurus suatu wasiat; ia memerintahkan agar didatangkan seekor
kambing, lalu kambing itu disembelih, kemudian ia memberi makan orang-orang
yang disebutkan dalam hadis ini, lalu berkata, "Seandainya tidak ada ayat
ini, niscaya biayanya diambil dari hartaku."
وَقَالَ مَالِك فِيمَا يُرْوَى عَنْهُ فِي
التَّفْسِير مِنْ جُزْء مَجْمُوع عَنْ الزُّهْرِيّ أَنَّ عُرْوَة أَعْطَى مِنْ مَال
مُصْعَب حِين قَسَمَ مَاله
Imam Malik dalam suatu riwayat yang ia ketengahkan di
kitab tafsir—bagian dari satu juz—yang terhimpun dalam muwatha mengatakan bahwa
urwah pernah memberi orang-orang dari harta Mus'ab ketika ia
membagikan harta (yang ditinggalkan)nya.
وَقَالَ الزُّهْرِيّ هِيَ مُحْكَمَة . وَقَالَ مَالِك عَنْ عَبْد الْكَرِيم عَنْ
مُجَاهِد قَالَ هِيَ حَقّ وَاجِب مَا طَابَتْ بِهِ الْأَنْفُس .
Az-Zuhri mengatakan bahwa ayat ini muhkam. Telah
diriwayatkan dari Abdul Karim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa pemberian
tersebut suatu hak yang wajib dalam batas yang disetujui oleh orang-orang yang
bersangkutan.
" ذَكَرَ مَنْ ذَهَبَ إِلَى أَنَّ
ذَلِكَ أَمْر بِالْوَصِيَّةِ لَهُمْ "
Alasan orang-orang yang berpendapat bahwa pemberian
bagian tersebut merupakan perintah wasiat yang ditujukan kepada mereka yang
bersangkutan.
قَالَ عَبْد الرَّزَّاق أَخْبَرَنَا اِبْن
جُرَيْج أَخْبَرَنِي اِبْن أَبِي مُلَيْكَة أَنَّ أَسْمَاء بِنْت عَبْد الرَّحْمَن
بْن أَبِي بَكْر الصِّدِّيق وَالْقَاسِم بْن مُحَمَّد أَخْبَرَاهُ أَنَّ عَبْد
اللَّه بْن عَبْد الرَّحْمَن بْن أَبِي بَكْر قَسَمَ مِيرَاث أَبِيهِ عَبْد
الرَّحْمَن وَعَائِشَة حَيَّة فَلَمْ يَدَع فِي الدَّار مِسْكِينًا وَلَا ذَا
قَرَابَة إِلَّا أَعْطَاهُ مِنْ مِيرَاث أَبِيهِ قَالَا وَتَلَا " وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُوا الْقُرْبَى " قَالَ الْقَاسِم فَذَكَرْت ذَلِكَ
لِابْنِ عَبَّاس فَقَالَ : مَا أَصَابَ لَيْسَ ذَلِكَ لَهُ إِنَّمَا ذَلِكَ إِلَى
الْوَصِيَّة وَإِنَّمَا هَذِهِ الْآيَة فِي الْوَصِيَّة يَزِيد الْمَيِّت يُوصِي
لَهُمْ . رَوَاهُ اِبْن أَبِي حَاتِم .
Abdur Razzaq mengatakan. telah menceritakan kepada kami
Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Asma
binti Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-Siddiq dan Al-Qasim ibnu Muhammad;
keduanya telah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu
Bakar pernah membagikan harta warisan ayahnya (yaitu Abdur Rahman) yang saat
itu Siti Aisyah masih hidup. Selanjutnya Abdullah tidak membiarkan seorang
miskin pun, tidak pula seorang kerabat, melainkan diberinya bagian dari harta
peninggalan ayahnya. Lalu keduanya membacakan firman Allah Swt.: Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat. (An-Nisa: 8) Al-Qasim
mengatakan bahwa lalu aku ceritakan hal tersebut kepada Ibnu Abbas, maka ia
berkata, "Kurang tepat, sebenarnya dia tidak usah melakukan hal itu.
Sesungguhnya hal itu hanyalah berdasarkan wasiat, dan ayat ini hanyalah
berkenaan dengan wasiat yang dikehendaki oleh si mayat buat mereka."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
" ذَكَرَ مَنْ قَالَ إِنَّ هَذِهِ
الْآيَة مَنْسُوخَة بِالْكُلِّيَّةِ "
Alasan orang yang berpendapat bahwa ayat ini dimansukh
secara keseluruhan.
قَالَ سُفْيَان الثَّوْرِيّ عَنْ مُحَمَّد
بْن السَّائِب الْكَلْبِيّ عَنْ أَبِي صَالِح عَنْ اِبْن عَبَّاس رَضِيَ اللَّه
تَعَالَى عَنْهُمَا " وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة " قَالَ مَنْسُوخَة .
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Muhammad ibnus Saib
Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan
dengan firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir.
(An-Nisa: 8), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini dimansukh.
قَالَ إِسْمَاعِيل بْن مُسْلِم الْمَكِّيّ
عَنْ قَتَادَة عَنْ عِكْرِمَة عَنْ اِبْن عَبَّاس قَالَ فِي هَذِهِ الْآيَة "
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُوا الْقُرْبَى " نَسَخَتْهَا الْآيَة الَّتِي
بَعْدهَا " يُوصِيكُمْ اللَّه فِي أَوْلَادكُمْ "
Ismail ibnu Muslim Al-Makki meriwayatkan dari Qatadah,
dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan ayat berikut.
yaitu firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat.
(An-Nisa: 8) Bahwa ayat ini dimansukh oleh ayat sesudahnya, yaitu oleh
firman-Nya: Allah mensyariatkan bagi kalian tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anak kalian. (An-Nisa: 11)
وَرَوَى الْعَوْفِيّ عَنْ اِبْن عَبَّاس
رَضِيَ اللَّه تَعَالَى عَنْهُمَا فِي هَذِهِ الْآيَة " وَإِذَا حَضَرَ
الْقِسْمَة أُولُوا الْقُرْبَى " كَانَ ذَلِكَ قَبْل أَنْ تَنْزِل
الْفَرَائِض فَأَنْزَلَ اللَّه بَعْد ذَلِكَ الْفَرَائِض فَأَعْطَى كُلّ ذِي حَقّ
حَقّه فَجُعِلَتْ الصَّدَقَة فِيمَا سَمَّى الْمُتَوَفَّى. رَوَاهُنَّ
اِبْن مَرْدَوَيْهِ .
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan
dengan ini, yaitu firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir
kerabat. (An-Nisa: 8) Hal ini berlaku sebelum turunnya ayat tentang
bagian-bagian tertentu dalam harta pusaka. Sesudah itu Allah menurunkan ayat
bagian-bagian tertentu dan memberikan kepada ahli waris haknya. kemudian
sedekah diadakan menurut apa yang disebutkan oleh si mayat (sewaktu masih
hidupnya). Semua itu diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
وَقَالَ اِبْن أَبِي حَاتِم : حَدَّثَنَا
الْحَسَن بْن مُحَمَّد بْن الصَّبَّاح حَدَّثَنَا حَجَّاج عَنْ اِبْن جُرَيْج
وَعُثْمَان بْن عَطَاء عَنْ عَطَاء عَنْ اِبْن عَبَّاس فِي قَوْلِه " وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَة أُولُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِين "
نَسَخَتْهَا آيَة الْمِيرَاث فَجُعِلَ لِكُلِّ إِنْسَان نَصِيبه مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ .
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah. Telah menceritakan kepada kami Hajaj.
dari Ibnu Juraij dan Usman ibnu Ati. Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir anak yatim dan
orang miskin. (An-Nisa: 8) Ayat ini dimansukh oleh ayat tentang pembagian
harta pusaka. Maka Allah menjadikan bagi setiap ahli waris bagiannya yang
tertentu dari harta peninggalan ibu bapaknya dan kaum kerabatnya, ada yang
men-dapat sedikit dan ada yang mendapat banyak.
وَحَدَّثَنَا أُسَيْد بْن عَاصِم
حَدَّثَنَا سَعِيد بْن عَامِر عَنْ هَمَّام حَدَّثَنَا قَتَادَة عَنْ سَعِيد بْن
الْمُسَيِّب أَنَّهُ قَالَ إِنَّهَا مَنْسُوخَة قَبْل الْفَرَائِض كَانَ مَا
تَرَكَ الرَّجُل مِنْ مَال أَعْطَى مِنْهُ الْيَتِيم وَالْفَقِير وَالْمِسْكِين
وَذَوُو الْقُرْبَى إِذَا حَضَرُوا الْقِسْمَة ثُمَّ نَسَخَتْهَا الْمَوَارِيث
فَأَلْحَقَ اللَّه بِكُلِّ ذِي حَقّ حَقّه وَصَارَتْ الْوَصِيَّة مِنْ مَاله
يُوصِي بِهَا لِذَوِي قَرَابَته حَيْثُ شَاءَ .
Telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amir, dari Hammam, dari Qatadah. dari Sa'id
ibnul Musayyab; ia pernah mengatakan bahwa ayat ini telah dimansukh. Sebelum
ada ayat yang nicnentukan bagian-bagian tertentu bagi ahli waris. harta
peninggaian seorang Lelaki sebagian darinya diberikan kepada anak yatim, orang
fakir miskin, dan kaum kerabat apabila mereka menghadiri pembagiannya.
Selanjutnya dimansukh oleh ayat yang menentukan bagian-bagian tertentu bagi
ahli waris, maka Allah menetapkan bagi tiap-tiap ahli waris liak yang
didapatnya. Wasiat diambil dari sebagian harta peninggalan si mayat yang ia
wasiatkan buat kaum kerabat yang dikehendakinya.
وَقَالَ مَالِك عَنْ الزُّهْرِيّ عَنْ
سَعِيد بْن الْمُسَيِّب هِيَ مَنْسُوخَة نَسَخَتْهَا الْمَوَارِيث وَالْوَصِيَّة .
Malik meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul
Musayyab yang mengatakan bahwa ayat ini telah dimansukh oleh ayat mawaris dan
ayat mengenai wasiat.
وَهَكَذَا رُوِيَ عَنْ عِكْرِمَة وَأَبِي
الشَّعْثَاء وَالْقَاسِم بْن مُحَمَّد وَأَبِي صَالِح وَأَبِي مَالِك وَزَيْد بْن
أَسْلَم وَالضَّحَّاك وَعَطَاء الْخُرَاسَانِيّ وَمُقَاتِل بْن حَيَّان وَرَبِيعَة
بْن أَبِي عَبْد الرَّحْمَن أَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّهَا مَنْسُوخَة.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Abusy Sya'sa,
Al-Qasim ibnu Muhammad, Abu Saleh dan Abu Malik, juga oleh Zaid ibnu Aslam,
Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Muqatil ibnu Hayyan, dan Rabi'ah ibnu Abu Abdur
Rahman. Disebutkan bahwa mereka mengatakan ayat ini telah dimansukh.
وَهَذَا مَذْهَب جُمْهُور الْفُقَهَاء
وَالْأَئِمَّة الْأَرْبَعَة وَأَصْحَابهمْ وَقَدْ اِخْتَارَ اِبْن جَرِير هَهُنَا
قَوْلًا غَرِيبًا جِدًّا وَحَاصِله أَنَّ مَعْنَى الْآيَة عِنْده " وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَة " أَيْ وَإِذَا حَضَرَ قِسْمَة مَال الْوَصِيَّة أُولُو
قَرَابَة الْمَيِّت " فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا " لِلْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِين إِذَا حَضَرُوا " قَوْلًا مَعْرُوفًا " هَذَا مَعْنَى
مَا حَاوَلَهُ بَعْد طُول الْعِبَارَة وَالتَّكْرَار وَفِيهِ نَظَر وَاَللَّه أَعْلَم.
Hal ini merupakan mazhab jumhur ulama fiqih, Imam yang
empat dan para pengikutnya masing-masing.
Sehubungan dengan masalah ini Ibnu Jarir memilih suatu pendapat yang aneh
sekali. Kesimpulannya menyatakan bahwa makna ayat menurutnya ialah: Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir. (An-Nisa: 8) Yakni apabila pembagian
harta wasiat itu dihadiri oleh kaum kerabat mayat: maka berilah mereka
dari harta itu, dan ucapkanlah oleh kalian. (An-Nisa: 8) Kepada anak-anak
yatim dan orang-orang miskin bila mereka menghadirinya. perkataan yang
benar. (An-Nisa: 8) Demikianlah makna yang disimpulkan oleh Ibnu Jarir
sesudah pembicaraan yang bertele-tele dan berulang-ulang.
وَقَالَ الْعَوْفِيّ عَنْ اِبْن عَبَّاس
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَة هِيَ قِسْمَة الْمِيرَاث وَهَكَذَا قَالَ غَيْر وَاحِد
وَالْمَعْنَى عَلَى هَذَا لَا عَلَى مَا سَلَكَهُ اِبْن جَرِير رَحِمَهُ اللَّه
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir. (An-Nisa:
8) Yaitu pembagian warisan. Demikianlah yang dikatakan bukan hanya seorang
ulama, dan makna inilah yang dinilai benar, bukan seperti apa yang dikatakan
oleh Ibnu Jarir tadi.
بَلْ الْمَعْنَى أَنَّهُ إِذَا حَضَرَ
هَؤُلَاءِ الْفُقَرَاء مِنْ الْقَرَابَة الَّذِينَ لَا يَرِثُونَ وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِين قِسْمَة مَال جَزِيل فَإِنَّ أَنْفُسهمْ تَتُوق إِلَى شَيْء مِنْهُ
إِذَا رَأَوْا هَذَا يَأْخُذ وَهَذَا يَأْخُذ وَهُمْ يَائِسُونَ لَا شَيْء
يُعْطُونَهُ فَأَمَرَ اللَّه تَعَالَى وَهُوَ الرَّءُوف الرَّحِيم أَنْ يُرْضَخ
لَهُمْ شَيْء مِنْ الْوَسَط يَكُون بِرًّا بِهِمْ وَصَدَقَة عَلَيْهِمْ
وَإِحْسَانًا إِلَيْهِمْ وَجَبْرًا لِكَسْرِهِمْ . كَمَا
قَالَ اللَّه تَعَالَى:
Makna yang dimaksud ialah apabila dalam pembagian
tersebut hadir orang-orang fakir dari kerabat si mayat, yaitu mereka yang tidak
mempunyai hak waris, serta hadir pula orang-orane miskin, anak-anak yatim,
sedangkan harta peninggalan yang ditinggalkan melimpah jumlahnya. Maka akan
timbul keinginan untuk mendapatkan sesuatu dari harta tersebut. Bila mereka
melihat yang ini menerima dan yang itu menerima warisan, sedangkan mereka tidak
mempunyai harapan untuk mendapatkan seperti apa yang mereka terima. Maka Allah
Swt. Yang Maha Pengasih dan Penyayang memerintahkan agar diberikan kepada
mereka. Suatu pemberian dari harta warisan tersebut dalam jumlah yang
sekadamya, sebagai sedekah buat mereka, dan sebagai kebaikan serta silaturahmi
kepada mereka, sekaligus untuk menghapuskan ketidakberdayaan mereka. Seperti
pengertian yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
" كُلُوا مِنْ ثَمَره إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقّه يَوْم
حَصَاده "
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya kepada fakir miskin). (Al-An'am:
141)
وَذَمّ الَّذِينَ يَنْقُلُونَ الْمَال
خِفْيَة خَشْيَة أَنْ يَطَّلِع عَلَيْهِمْ الْمَحَاوِيج وَذَوُو الْفَاقَة كَمَا
أَخْبَرَ بِهِ عَنْ أَصْحَاب الْجَنَّة
Allah Swt. mencela orang-orang yang mengangkut harta
dengan sembunyi-sembunyi agar tidak kelihatan oleh orang-orang yang miskin dan
orang-orang yang berhajat kepadanya. Seperti yang diberitakan oleh Allah Swt.
tentang para pemilik kebun. yaitu melalui firman-Nya:
إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا
مُصْبِحِينَ أَيْ بِلَيْلٍ .
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan
memetik (hasil)nya di pagi hari. (Al-Qalam: 17)
Makna yang dimaksud ialah di malam hari.
وَقَالَ " فَانْطَلَقُوا وَهُمْ
يَتَخَافَتُونَ أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْم عَلَيْكُمْ مِسْكِين " فَ
Allah Swt. telah berfirman: Maka pergilah mereka
seraya saling berbisik-bisik.”Pada hari ini janganlah ada seorang miskin masuk
ke dalam kebun kalian." (Al-Qalam: 23-24) Maka sebagai akibatnya
mereka dibinasakan, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya yang lain,
yaitu:
" دَمَّرَ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالهَا"
فَمَنْ جَحَدَ حَقّ اللَّه عَلَيْهِ عَاقَبَهُ فِي أَعَزّ مَا يَمْلِكهُ وَلِهَذَا
جَاءَ فِي الْحَدِيث
Allah telah. rnenimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang
kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad:
10)
Barang siapa yang ingkar terhadap hak Allah, niscaya Allah akan menghukumnya
dengan rnenimpakan malapetaka terhadap barang milik yang paling disayanginya.
Karena itulah maka disebutkan di dalam sebuah hadis:
" مَا خَالَطَتْ الصَّدَقَة مَالًا إِلَّا أَفْسَدَتْهُ
" أَيْ مَنْعهَا يَكُون سَبَب مَحْق ذَلِكَ الْمَال بِالْكُلِّيَّةِ .
Tidak sekali-kali harta zakat mencampuri suatu harta,
melainkan ia pasti merusaknya. Dengan kata lain, tidak menunaikan
zakat merupakan penyebab bagi ludesnya harta tersebut secara keseluruhan.
وَقَوْله تَعَالَى وَلْيَخْشَ الَّذِينَ
لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفهمْ الْآيَة .
Firman Allah Swt.: Dan hendaklah takut (kepada Allah)
orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka. (An-Nisa: 9),
hingga akhir ayat.
قَالَ عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ
اِبْن عَبَّاس : هَذَا فِي الرَّجُل يَحْضُرهُ الْمَوْت فَيَسْمَعهُ رَجُل يُوصِي
بِوَصِيَّةٍ تَضُرّ بِوَرَثَتِهِ فَأَمَرَ اللَّه تَعَالَى الَّذِي يَسْمَعهُ أَنْ
يَتَّقِي اللَّه وَيُوَفِّقهُ وَيُسَدِّدهُ لِلصَّوَابِ فَيَنْظُر لِوَرَثَتِهِ
كَمَا كَانَ يُحِبّ أَنْ يُصْنَع بِوَرَثَتِهِ إِذَا خَشِيَ عَلَيْهِمْ الضَّيْعَة
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki yang sedang rnenjelang ajalnya, lalu
kedengaran oleh seorang lelaki bahwa dia mengucapkan suatu wasiat yang
menimbulkan mudarat terhadap ahli warisnya. Maka Allah Swt. memerintahkan
kepada orang yang mendengar wasiat tersebut. hendaknya ia bertakwa kepada
Allah, membimbing si sakit serta meluruskannya ke jalan yang benar. Hendaknya
si sakit memandang kepada keadaan para ahli warisnya. sebagaimana diwajibkan
baginya berbuat sesuatu untuk ahli warisnya, bila dikhawatirkan mereka akan
terlunta-lunta.
وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِد وَغَيْر وَاحِد
وَثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَمَّا دَخَلَ عَلَى سَعْد بْن أَبِي وَقَّاص يَعُودهُ قَالَ : يَا
رَسُول اللَّه إِنِّي ذُو مَال وَلَا يَرِثنِي إِلَّا اِبْنَة أَفَأَتَصَدَّق
بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ" لَا " قَالَ : فَالشَّطْر قَالَ " لَا
" قَالَ فَالثُّلُث قَالَ " الثُّلُث , وَالثُّلُث كَثِير " ثُمَّ
قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " إِنَّك إِنْ تَذَر
وَرَثَتك أَغْنِيَاء خَيْر مِنْ أَنْ تَذَرهُمْ عَالَة يَتَكَفَّفُونَ النَّاس
"
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang. Di dalam sebuah hadis dalam kitab Sahihain disebutkan
seperti berikut: Ketika Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumah Sa’d ibnu Abu
Waqqas dalam rangka menjenguknya, maka Sa'd bertanya, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku mempunyai harta, sedangkan tidak ada orang yang mewarisiku
kecuali hanya seorang anak perempuan. Maka bolehkah aku menyedekahkan dua
pertiga dari hartaku?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak boleh."
Sa'd bertanya.”Bagaimana kalau dengan separonya?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Jangan." Sa'd bertanya, "Bagaimana kalau
sepertiganya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sepertiganya sudah cukup
banyak." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu
bila meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik
daripada kamu membiarkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada orang.
وَفِي الصَّحِيح عَنْ اِبْن عَبَّاس قَالَ
: لَوْ أَنَّ النَّاس غَضُّوا مِنْ الثُّلُث إِلَى الرُّبْع فَإِنَّ رَسُول اللَّه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّمَ قَالَ " الثُّلُث وَالثُّلُث كَثِير
"
Di dalam kitab sahih dari Ibnu Abbas mengatakan, "Seandainya
orang-orang menurunkan dari sepertiga ke seperempat, maka sesungguhnya
Rasulullah Saw. bersabda, 'Sepertiganya sudah cukup banyak'."
قَالَ الْفُقَهَاء : إِنْ كَانَ وَرَثَة
الْمَيِّت أَغْنِيَاء اُسْتُحِبَّ لِلْمَيِّتِ أَنْ يَسْتَوْفِي فِي وَصِيَّته
الثُّلُث وَإِنْ كَانُوا فُقَرَاء اُسْتُحِبَّ أَنْ يَنْقُص الثُّلُث وَقِيلَ :
الْمُرَاد بِالْآيَةِ فَلْيَتَّقُوا اللَّه فِي مُبَاشَرَة أَمْوَال الْيَتَامَى
Para ahli fiqih mengatakan, "Jika ahli waris si
mayat adalah orang-orang yang berkecukupan, maka si mayat disunatkan berwasiat
sebanyak sepertiga dari hartanya secara penuh. Jika ahli warisnya adalah
orang-orang yang miskin. maka wasiatnya kurang dari sepertiga." Menurut
pendapat yang lain, makna yang dimaksud oleh ayat ialah takutlah kalian kepada
Allah dalam memegang harta anak-anak yatim.
" وَلَا
يَأْكُلُوهَا
إِسْرَافًا وَبِدَارًا "
Dan janganlah kalian makan harta anak yatim lebih dari
batas keperluan dan (janganlah kalian) tergesa-gesa (membelanjakannya). (An-Nisa:
6)
حَكَاهُ اِبْن جَرِير مِنْ طَرِيق
الْعَوْفِيّ عَنْ اِبْن عَبَّاس وَهُوَ قَوْل حَسَن يَتَأَيَّد بِمَا بَعْده مِنْ
التَّهْدِيد فِي أَكْل أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا
Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
melalui jalur Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Hal ini merupakan pendapat yang baik
lagi mengukuhkan makna ancaman yang terdapat dalam ayat berikutnya sehubungan
dengan memakan harta anak-anak yatim secara aniaya.
أَيْ كَمَا تُحِبّ أَنْ تُعَامَل
ذُرِّيَّتك مِنْ بَعْدك فَعَامِلْ النَّاس فِي ذُرِّيَّاتهمْ إِذَا وَلِيتهمْ
Dengan kata lain, sebagaimana kamu menginginkan bila
keturunanmu sesudahmu diperlakukan dengan baik, maka perlakukanlah keturunan
orang lain dengan perlakuan yang baik bila kamu memelihara mereka.
ثُمَّ أَعْلِمْهُمْ أَنَّ مَنْ أَكَلَ
أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا فَإِنَّمَا يَأْكُل فِي بَطْنه نَارًا . وَلِهَذَا
قَالَ
Kemudian Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa
orang yang memakan harta anak-anak yatim secara aniaya, sesungguhnya ia memakan
api sepenuh perutnya. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَال
الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونهمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara aniaya, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa:
10)
أَيْ إِذَا أَكَلُوا أَمْوَال الْيَتَامَى
بِلَا سَبَب فَإِنَّمَا يَأْكُلُونَ نَارًا تَتَأَجَّج فِي بُطُونهمْ يَوْم
الْقِيَامَة - وَفِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيث سُلَيْمَان بْن بِلَال عَنْ ثَوْر
بْن زَيْد عَنْ سَالِم أَبِي الْغَيْث عَنْ أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُول اللَّه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
Bila mereka makan harta anak yatim tanpa alasan yang
dibenarkan. sesungguhnya yang mereka makan itu adalah api yang menyala-nyala di
dalam perut mereka di hari kiamat kelak. Di dalam kitab Sahihain melalui hadis
Sulaiman ibnu Bilal.dari Saur ibnu Zaid, dari Salim Abul Gais, dari Abu
Hurairah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" اِجْتَنِبُوا السَّبْع الْمُوبِقَات - قِيلَ : يَا رَسُول
اللَّه وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ - الشِّرْك بِاَللَّهِ وَالسِّحْر وَقَتْل النَّفْس
الَّتِي حَرَّمَ اللَّه إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْل الرِّبَا وَأَكْل مَال الْيَتِيم
وَالتَّوَلِّي يَوْم الزَّحْف وَقَذْف الْمُحْصَنَات الْغَافِلَات الْمُؤْمِنَات
"
"Jauhilah oleh kalian tujuh macam dosa yang
membinasakan." Ditanyakan, "Apa sajakah dosa-dosa itu, wahai
Rasulullah?" Beliau Saw. menjawab, "Mempersekutukan Allah.
Sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan
yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang,
menuduh berzina wanita-wanita mukmin yang memelihara kehormatannya yang sedang
lalai."
قَالَ اِبْن أَبِي حَاتِم : حَدَّثَنَا
أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدَة أَخْبَرَنَا عَبْد الْعَزِيز بْن عَبْد الصَّمَد
الْعُمِّيّ حَدَّثَنَا أَبُو هَارُون الْعَبْدِيّ عَنْ أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيّ
قَالَ : قُلْنَا يَا رَسُول اللَّه مَا رَأَيْت لَيْلَة أُسْرِيَ بِك ؟ قَالَ
" اِنْطَلَقَ بِي إِلَى خَلْق مِنْ خَلْق اللَّه كَثِير : رِجَال كُلّ رَجُل
مِنْهُمْ لَهُ مِشْفَر كَمِشْفَرِ الْبَعِير وَهُوَ مُوَكَّل بِهِمْ رِجَال
يَفُكُّونَ لِحَاء أَحَدهمْ ثُمَّ يُجَاء بِصَخْرَةٍ مِنْ نَار فَتُقْذَف فِي
أَحَدهمْ حَتَّى يَخْرُج مِنْ أَسْفَله وَلَهُمْ جُؤَار وَصُرَاخ قُلْت : يَا
جِبْرِيل مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ قَالَ : هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَال
الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونهمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيرًا "
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Ubaidah, telah menceritakan kepada kami
Abdul Aziz ibnu Abdus Samad Al-Ama, telah menceritakan kepada kami Abu Harun
Al-Abdi, dari Abu Said Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah
bertanya.”Wahai Rasulullah, apa sajakah yang telah engkau lihat sewaktu engkau
melakukan isra?" Nabi Saw. menjawab, "Aku dibawa ke arah
sekumpulan makhluk Allah yang jumlahnya banyak, semuanya terdiri atas kaum
laki-laki. Masing-masing dari mereka memegang sebuah pisau besar seperti
yang digunakan untuk menyembelih unta. Mereka ditugaskan untuk menyiksa
sejumlah orang yang terdiri atas kaum laki-laki. Mulut seseorang dari mereka
dibedah, lalu didatangkan sebuah batu besar dari neraka, kemudian dimasukkan ke
dalam mulut seseorang di antara mereka hingga batu besar itu keluar dari bagian
bawahnya, sedangkan mereka menjerit dan menggeram (karena sakit yang sangat).
Lalu aku bertanya. 'Hai Jibril. siapakah mereka? Jibril menjawab: 'Mereka
adalah orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara aniaya, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka)'."
وَقَالَ السُّدِّيّ : يُبْعَث آكِل مَال
الْيَتِيم يَوْم الْقِيَامَة وَلَهَب النَّار يَخْرُج مِنْ فِيهِ وَمِنْ مَسَامِعه
وَأَنْفه وَعَيْنَيْهِ يَعْرِفهُ كُلّ مَنْ رَآهُ يَأْكُل مَال الْيَتِيم.
As-Saddi mengatakan bahwa di hari kiamat kelak pemakan
harta anak yatim dibangkitkan, sedangkan dari mulut dan telinganya, kedua
lubang hidung dan kedua matanya keluar api; setiap orang yang melihatnya
mengetahui bahwa dia adalah pemakan harta anak yatim.
وَقَالَ اِبْن مَرْدَوَيْهِ : حَدَّثَنَا
إِسْحَاق بْن إِبْرَاهِيم بْن زَيْد حَدَّثَنَا أَحْمَد بْن عَمْرو حَدَّثَنَا
عُقْبَة بْن مُكْرَم حَدَّثَنَا يُونُس بْن بُكَيْر حَدَّثَنَا زِيَاد بْن
الْمُنْذِر عَنْ نَافِع بْن الْحَارِث عَنْ أَبِي بَرْزَة أَنَّ رَسُول اللَّه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ " يُبْعَث يَوْم الْقِيَامَة
الْقَوْم مِنْ قُبُورهمْ تَأَجَّج أَفْوَاههمْ نَارًا " قِيلَ يَا رَسُول
اللَّه مَنْ هُمْ ؟ قَالَ " أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّه قَالَ : " إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا " الْآيَة " رَوَاهُ
اِبْن أَبِي حَاتِم عَنْ أَبِي زُرْعَة عَنْ عُقْبَة بْن مُكْرَم وَأَخْرَجَهُ
اِبْن حِبَّان فِي صَحِيحه عَنْ أَحْمَد بْن عَلِيّ بْن الْمُثَنَّى عَنْ عُقْبَة
بْن مُكْرَم .
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr,
telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada
kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnul Munzir, dari
Nafi' ibnul Haris, dari Abu Barzah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Dibangkitkan di hari kiamat suatu kaum dari kuburan mereka,
sedangkan dari mulut mereka keluar api yang menyala-nyala. Ketika
ditanyakan, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka?" Beliau bersabda,
"Tidakkah kamu membaca firman-Nya yang mengatakan: 'Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim' (An-Nisa: 101.
hingga akhir ayat." Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari ibnu Makram. Ibnu
Hibban mengetengahkannya di dalam kitab sahih-nya, dari Ahmad ibnu Ali ibnul
Musanna, dari Uqbah ibnu Makram.
قَالَ اِبْن مَرْدَوَيْهِ : حَدَّثَنَا
عَبْد اللَّه بْن جَعْفَر حَدَّثَنَا أَحْمَد بْن عِصَام حَدَّثَنَا أَبُو عَامِر
الْعَبْدِيّ حَدَّثَنَا عَبْد اللَّه بْن جَعْفَر الزُّهْرِيّ عَنْ عُثْمَان بْن
مُحَمَّد عَنْ الْمُقْرِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَة قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " أُحَرِّج مَال الضَّعِيفَيْنِ الْمَرْأَة
وَالْيَتِيم " أَيْ
أُوصِيكُمْ
بِاجْتِنَابِ مَالهمَا.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah
menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Abdi telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Ja’far Az-Zuhri Muhammad, dari Al-Maqbari, dari abu Hurairah
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku enggan terhadap harta dua
orang yang lemah, yaitu wanita dan anak yatim. Makna yang dimaksud ialah
'aku berwasiat kepada kalian agar menjauhi harta kedua orang tersebut'.
وَتَقَدَّمَ فِي سُورَة الْبَقَرَة مِنْ
طَرِيق عَطَاء بْن السَّائِب عَنْ سَعِيد بْن جُبَيْر عَنْ اِبْن عَبَّاس رَضِيَ
اللَّه عَنْهُمَا قَالَ : لَمَّا نَزَلَتْ " إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
أَمْوَال الْيَتَامَى ظُلْمًا " الْآيَة اِنْطَلَقَ مَنْ كَانَ عِنْده يَتِيم
فَعَزَلَ طَعَامه مِنْ طَعَامه وَشَرَابه مِنْ شَرَابه فَجَعَلَ يَفْضُل الشَّيْء
فَيَحْبِس لَهُ حَتَّى يَأْكُلهُ أَوْ يَفْسُد فَاشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ
فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ
اللَّه " وَيَسْأَلُونَك عَنْ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاح لَهُمْ خَيْر "
الْآيَة فَخَلَطُوا طَعَامهمْ بِطَعَامِهِمْ وَشَرَابهمْ بِشَرَابِهِمْ .
Telah diketengahkan di dalam surat Al-Baqarah sebuah asar
melalui jalur Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair. dari Ibnu Abbas r.a. yang
mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang
yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir
ayat. Maka berangkatlah orang-orang yang di dalam pemeliharaannya terdapat anak
yatim, lalu ia memisahkan makanannya dengan makanan anak yatimnya. begitu pula
antara minumannya dengan minuman anak yatimnya. sehingga akibatnya ada sesuatu
dari makanan itu yang lebih tetapi makanan tersebut disimpan buat si anak yatim
hingga si anak yatim memakannya atau makanan menjadi basi. Maka hal tersebut
terasa amat berat bagi mereka, lalu mereka menceritakan hal tersebut kepada
Rasulullah Saw. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya
kepadamu tentang anak-anak yatim, katakanlah mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik." (Al-Baqarah: 220), hingga akhir ayat. Maka
mereka kembali mencampurkan makanan dan minurnan mereka dengan makanan dan
minurnan anak-anak yatimnya.
TAFSIR AL-MARAGHI QS. AN-NISA [4]:
7-10
A. PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT
-
Mafrudan
مَقْرُوضًا
: dipastikan dan diharuskan mereka ambil.
-
Al-Khasyyatu الخشية
:
perasaan takut dalam kondisi aman.
-
As-Sadidu
التشديد
: adil dan benar As-Sidad, artinya sesuatu yang harus ditutup, misalnya garis
perbatasan (daerah rawan), dan juga berarti botol. Telah disebutkan dalam
pembicaraan mereka, fihä sidädun 'an awazin, artinya di dalamnya
terdapat kekayaan dan kecukupan.
-
Sallallahma sallan
صَلَّى اللَّحْمَ
صَلا : artinya dia benar-benar memanggang daging
itu. Dan apabila seseorang bermaksud membakarnya maka ia mengatakan, aşlahu
işlā an şallahu taşliyatan, artinya dia membakar daging tersebut. Dan
dikatakan şalla yadahü bin-när, artinya ia menghangatkan tangannya
dengan api. Işțalä, artinya berdiang.
-
As-Sa’iru
الشعير
: api yang menjilat-jilat. Dikatakan sa'artun-nara, artinya aku menyalakan api.
B. PENGERTIAN UMUM
Orang-orang Jahiliyah Tidak Memberikan Harta Waris kepada
Wanita dan Anak-anak. Setelah Allah swt. menjelaskan di
dalam ayat-ayat yang lalu tentang haramnya memakan harta anak-anak yatim, dan
setelah Allah memerintahkan para wali agar menyerahkan harta anak yatim setelah
mencapai usia dewasa, dan setelah Allah melarang memakan maskawin, kemudian di
sini (kelompok ayat ini) Allah menuturkan bahwa harta yang diwarisi dan
dipelihara oleh para wali demi anak-anak yatim, yang pemiliknya ada- lah anak
yatim laki-laki dan wanita.
Orang-orang yang hidup pada zaman jahiliyah tidak
memperkenankan kaum wanita dan anak-anak kecil memperoleh harta warisan.
Kemudian mereka mengatakan dalam semboyannya, "Tidak boleh mewarisi
kecuali yang bisa menusuk dengan tombak dan dapat memperoleh ganimah (mak
sudnya sudah dewasa)."
Kemudian Allah
swt. memerintahkan agar memperlakukan dengan baik anak-anak yatim, karena
mereka sangat perasa tidak boleh tersinggung oleh perkataan yang bernada
menghina, terlebih lagi jika bapak ibunya (yang telah tiada) disebutkan secara
jelek. Kenyataannya sedikit sekali anak yatim yang tidak terbentur dengan
perlakuan jelek dalam hal perkataan.
Kemudian Allah
minta agar mereka (anak-anak yatim) diperlakukan secara baik dan penuh kasih
sayang, karena kemungkinan orang tua me reka mengharapkan agar setelah
kepergiannya anak-anaknya mendapatkan pengasuh yang memperlakukan mereka sama
dengannya.
Setelah itu
Allah memperberat ancaman-Nya dan menanamkan rasa antipati terhadap memakan
harta anak yatim secara aniaya. Dalam hal itu Allah menjadikannya seolah orang
yang bersangkutan makan api neraka.
Telah
diriwayatkan tentang latar belakang turunnya ayat itu, bahwa Aus ibnus Shamit,
salah seorang sahabat Anshar, telah meninggal dunia. la meninggalkan seorang
istri dan tiga anak wanita. Tetapi kedua anak pamannya (saudara misan Aus)
menguasai harta warisannya. Mereka adalah Suwaid dan 'Arfatah, seperti halnya
pada masa jahiliyah. Kemudian istri Aus mendatangi Rasulullah saw. di masjid
Al-Fadih (di Madinah), yang dihuni oleh kalangan Ahlus-Suffah (ahli
zuhud). Ia mengadu kepada Rasulullah bahwa suaminya telah meninggal dengan
meninggalkan tiga anak wanita, sedangkan ia sendiri tidak mempunyai apa-apa
(kekayaan) untuk menanggung nafkahnya. Sedangkan kekayaan peninggalan mendiang
suami- nya kini dikuasai dua orang anak pamannya dan mereka tidak mau mem-
berikan sepeser pun kepadanya. Sementara anaknya sendiri, kini tetap dalam
asuhannya tanpa mendapat makan dan minum.
Lantas
Rasulullah saw. memanggil mereka (dua orang anak paman) dan menanyakan alasan
mengapa menguasai harta peninggalan Aus. Alas an mereka "Wahai Rasulullah,
anak-anak Aus tidak bisa menunggang kuda, tidak mampu membawa korban, dan tidak
mampu mengusir (melawan) musuh. Kamilah yang berusaha untuknya, dan ia tidak
berusaha." Maka turunlah ayat ini yang menetapkan hak waris kaum wanita.
Ke- mudian Rasulullah saw. bersabda:
لا تُفَرِّقَا مِنْ
مَالِ أَوْسٍ شَيْئًا فَإِنَّ اللَّهَ جَعَلَ لِبَنَاتِهِ نَصِيبًا مِمَّا تَرَكَ
وَلَمْ يُبَيِّنْ فَنَزَلَتْ يُوصِيكُمُ اللهُ الخ ) فَأَعْطَى زَوْجَهُ الثَّمَنَ
وَالْبَنَاتِ الثُّلُثَيْنِ وَالْبَاقِي لِبَنِي العم .
"Janganlah kalian berdua memisahkan sedikit pun dari
harta Aus, sebab sesungguhnya Allah telah menentukan bagian anak-anak perempuan
dari apa yang ia tinggalkan. Hanya saja beliau tidak menjelaskan berapa besar
bagian itu. Lalu turunlah ayat yüşikumullah, dan seterusnya. Selanjutnya
Rasulullah saw. memberikan 1/8 dari harta peninggalan itu untuk istri Aus, 2/3
untuk anak-anak wanita Aus dan sisanya untuk kedua anak pamannya."
C. PENJELASAN
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَ مِنْهُ أَوْكَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
Apabila bagi anak-anak yatim ada harta benda yang
ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan kerabat dekatnya, maka mereka
mendapatkan bagian sama besar. Dalam hal itu, tidak ada perbedaan antara pria
dan wanita, semuanya mendapatkan bagian yang sama dengan tanpa me mandang besar
kecil jumlah harta peninggalan itu.
Kemudian Allah
swt. memakai kata naşibam mafrüdan, sebagai penjelasan bahwa hal itu
adalah hak yang telah ditentukan lagi dipastikan bagian-bagiannya, tidak boleh
seorang pun mengurangi sesuatu darinya atau melebihkan dari ketentuan.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُوا
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ
قَوْلًا مَعْرُوفًا
Yang dimaksud dengan żawil-qurbā ialah orang-orang
dari kalangan kerabat si mayat yang tidak mewarisi. Maka hendaknya mereka
diberi sedikit rezeki dari harta yang kalian terima.
Artinya, bila
pembagian harta waris itu dihadiri juga oleh kaum kerabat dari orang yang
mewarisi harta itu, maka hendaknya mereka diberi sedikit rezeki dari harta yang
kalian terima tanpa susah-payah, dan tanpa kelelahan. Maka janganlah kalian
bersifat bakhil terhadap kerabat yang membutuhkan, anak-anak yatim dan
orang-orang miskin dari kerabat lain. Tidak pantas bagi kalian membiarkan
mereka kecewa dan gelisah. Katakanlah kepada mereka dengan perkataan yang baik,
yang membuat hati merasa senang ketika kalian memberinya. Sehingga orang-orang
yang berjiwa pantang meminta tidak berkeberatan menerima pemberianmu. Juga
orang-orang yang berjiwa tamak dari mereka cukup puas dan tidak meng- harapkan
berlebihan, yaitu dengan cara lemah-lembut dan kasih sayang dalam berbicara
serta tidak kasar.
Rahasia yang
terkandung dalam perintah memberi mereka sebagian dari tirkah ialah karena
kemungkinan kedengkian menghinggapi dada mereka. Oleh karena itu, mereka harus
diperlakukan dengan kasih sayang dan mengelus mereka dengan cara memberikan
sebagian dari tirkah, sebagai hibah atau hadiah, atau menyuguhkan makanan
kepada mereka pada hari pembagian sebagai tanda silaturrahim dan ungkapan
syukur atas ka- runia Tuhan.
Sa'id ibnu
Jubair mengatakan, bahwa perintah Al-Itä (memberi) merupakan kewajiban.
Hanya perintah itu sudah tidak diindahkan lagi oleh kebanyakan orang
sebagaimana halnya masalah meminta izin ketika hendak memasuki rumah orang
lain.
Imam Al-Hasan
dan An-Nakha'i berpendapat bahwa perintah memberi hadiah kepada mereka ketika
pembagian waris hanyalah menyangkut harta bergerak. Sedangkan harta tidak
bergerak seperti tanah, budak belian dan yang sejenis, tidak wajib bagi mereka
memberikan sesuatu darinya. Bahkan cukup bagi kita hanya dengan memberi
(menyuguhkan) makanan ke- pada mereka atau berlaku ramah terhadap mereka.
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Pembicaraan dalam ayat ini masih berkisar tentang para
wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu mereka yang dititipi anak-anak
yatim. Juga tentang perintah terhadap mereka agar memperlakukan anak-anak yatim
dengan baik, berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya,
yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan
anakku, sayangku dan sebagainya.
-
Firman Allah tarakü,
artinya mereka hampir saja meninggalkan
-
Firman Allah min
khalfihim, artinya sesudah mereka meninggal dunia.
-
Firman Allah khäfü
'alaihim artinya mereka khawatir anak-anak men jadi terlantar dan
tersia-sia hidupnya.
ان الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ
نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Zulman artinya memakan hak-hak anak yatim
dengan cara aniaya, tidak dengan cara baik-baik atau sekedar seperlunya pada
saat terpaksa atau dianggap sebagai upah bagi pekerjaan pengasuh. Firman Allah buțünihim,
artinya sepenuh perut mereka. Dan näran, artinya perbuatan yang menyebabkan
seseorang merasakan azab neraka. Wallahu A’lam.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan