AKHLAQ TERPUJI IKHLAS



AKHLAQ TERPUJI IKHLAS

Ikhlas adalah meninggalkan riya dalam keta'atan. Berkata al-Fudlail bin 'lyadı, "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, beramal karena mereka adalah syirik, sedangkan Ikhlas itu bersih dari keduanya dan engkau tidak mencari untuk amalmu yang menyaksikan selain Allah,” Lihat, Kitab al-Ta'rifat, hal. 13-14.

1.        Allah ta'ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ.

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. Qs. al-Bayyinah [98]: 5.

2.      Allah ta'ala berfirman,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَى أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهُ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ، فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, diwahyukan kepadaku, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Satu." Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan dengan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya." Qs. al-Kahfi [18]: 110.

3.      Allah ta'ala berfirman,

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا.

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridlaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Qs. al-Insan [76]: 9.

4.      Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى فِيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ: رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا فَقَالَ: وَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى قُتِلْتُ. قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ حَرِيءٌ ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَيُسْحَبُ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُعَرِّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا فَقَالَ: مَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ فِيكَ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ الْقُرْآنَ، فَقَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ لِيُقَالَ هُوَ عَالِمٌ، فَقَدْ قِيلَ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِيٍّ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَيُسْحَبُ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، فَقَالَ: مَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ، قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ ذَلِكَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَّادٌ، فَقَدْ قِبْلَ، ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَيُسْحَبُ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

"Sesungguhnya orang yang paling dulu diputuskan urusannya pada hari kiamat tiga golongan, yaitu: 1) Yang mati syahid. la dihadapkan lalu diingatkan akan nikmat-nikmat-Nya, ia pun ingat akan nikmat-nikmat tersebut. Lalu Allah bertanya: Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu? la menjawab: Aku berperang di jalan-Mu sampai terbunuh. Kata Allah: Kamu berbohong, kamu berperang karena ingin disebut pemberani, itu telah diucapkan orang (di dunia), lalu la menyuruh agar orang itu diseret dengan telungkup lalu dilemparkan ke neraka. 2) Yang belajar dan mengajarkan ilmu juga membaca al-Qur'an, la dihadapkan untuk diingatkan padanya akan nikmat-nikmat-Nya, ia pun ingat akan nikmat-nikmat tersebut. Lalu Allah bertanya: Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu? la menjawab: Aku mempelajari dan mengajarkan ilmu karena-Mu, membaca al-Qur'an karena-Mu. Kata Allah: Kamu berbohong, tapi kamu belajar supaya disebut orang ber-amu, sebutan itu sudah diucapkan, dan kamu membaca al-Qur'an karena ingin disebut pembacaal-Qur'an (Qari), sebutan itu telah diucapkan, lalu la menyuruh agar orang itu diseret dengan telungkup lalu dilemparkan ke neraka. 3) Yang diberi Allah keleluasaan harta, la dihadapkan lalu diingatkan akan nikmat-nikmat-Nya, ia pun ingat akan nikmat-nikmat tersebut. Lalu Allah bertanya: Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu? la menjawab: Aku tidak suka membiarkan satu pun jalan yang Engkau suka ada infaq padanya kecuali aku pun ber-infoq padanya karena-Mu, Kata Allah: Kamu berbohong, kamu berbuat begitu karena ingin disebut dermawan, itu telah diucapkan orang (di dunia), lalu la menyuruh agar orang itu diseret dengan telungkup lalu dilemparkan ke neraka." Hr. Ahmad, no. 8260, Muslim, no. 1905, an-Nasaiy, no. 3137 dari Abi Hurairah RA.

5.      Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشَّرْكُ الْأَصْغَرُ. قَالُوا: وَمَا الشَّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: إِذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنتُمْ تُرَاءُوْنَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.

"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari apa yang kukhawatirkan ada pada kalian adalah syirik terkecil." Mereka bertanya, Apa itu syirik terkecil wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "Riya, Allah 'azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka, "Temuilah orang-orang yang dulu kamu berbuat riya (karena mereka) di dunia lalu lihatlah apakah kalian menemukan balasan disisi mereka?" Hr. Ahmad, no. 23526 dari Mahmud bin Labid RA.

6.      Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا بما يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ، لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

"Barang siapa belajar ilmu yang seharusnya di cari karena wajah Allah, tapi ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan keuntungan di dunia, maka pada hari kiamat ia tidak akan mencium wangi surga." Hr. Ahmad, no. 8438, Abu Dawud, no. 3664, Ibnu Majah, no. 252, al-Hakim, no. 290 dari Abi Hurairah RA.

7.      Rasulullah SAW bersabda,

"Akan datang kepada manusia satu zaman, hajinya orang kaya dari umatku untuk jalan-jalan, orang menengah untuk berjualan, ulama mereka untuk riya dan sum'ah, dan orang miskin untuk meminta-minta." Hr. al-Khatib, X: 296, ad-Dailamiy, no. 8689 dari Anas RA. Dan telah meriwayatkannya juga Ibnu al-Jauziy dalam al-'llal al-Mutanahiyah, no. 927 dan beliau berkata, "Tidak shahih dari Rasulullah SAW, dan kebanyakan rawinya majhul-majhul, mereka tidak dikenal."

Ikhlas itu merupakan lawan dari riya, dan riya itu ialah menginginkan manfaat dunia dari makhluk dengan mengerjakan amal akhirat atau dengan menunjukkan kepadanya.

al-Ghazaliy berkata dalam al-Ihya, "Maka batasan Riya itu adalah Menginginkan (pujian) hamba dengan melakukan taat kepada Allah."

Maka yang dimaksud al-mura-iy adalah hamba, dan mura-a adalah orang-orang yang diminta penglihatan mereka dengan tujuan mencari kedudukan dalam hati mereka, dan mura-a bih adalah urusan yang mura-iy ingin menampakkannya, dan riya adalah ingin menampakkan hal itu. Dan mura-a bih itu banyak dan terkumpul menjadi lima bagian yaitu semua hal yang seorang hamba berhias dengannya untuk orang-orang yaitu: badan, penampilan, ucapan, perbuatan, pengikut dan urusan luar orang tersebut. Lihat, Ihya Ulum ad-Dien, III: 304.

·         Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ صَلَّى وَهُوَ يُرَانِي فَقَدْ أَشْرَكَ، وَمَنْ صَامَ وَهُوَ يُرَانِي فَقَدْ أَشْرَكَ، وَمَنْ تَصَدَّقَ وَهُوَ يُرَانِي فقد أَشْرَكَ.

"Barang siapa yang shalat karena riya, maka dia telah berbuat syirik. Barang siapa yang shaum karena riya, maka dia telah berbuat syirik. Barang siapa yang bersedekah karena riya, maka dia telah berbuat syirik." Hr. ath-Thayalisiy, no. 1120, Ahmad, no. 17180, al-Hakim, no. 8104, al-Baihaqiy dalam Syu'ab al-Iman, no. 6844 dari Syaddad bin Aus RA.

·         Berkata Ali semoga Allah memulyakannya, "Orang yang riya itu ada tiga ciri yaitu: Dia malas bila sendiri, dan semangat bila bersama orang-orang, bertambah dalam beramal apabila ia dipuji dan berkurang bila ia dicela." Lihat, az-Zawajir an Iqtiraf al-Kabair, 1: 69.

·         Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِحْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.

"Tiada lain amal itu tergantung kepada niyatnya, dan bagi setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niyatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka (pahala) hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang hendak ia dapatkan atau karena seorang wanita yang akan ia nikahi, maka hijrahnya akan mendapatkan sesuai apa yang ia maksudkan." Hr. Ahmad, no. 168, al-Bukhariy, no. 54, Muslim, no. 1907, at-Tirmidziy, no. 1653, Abu Dawud, no. 2201, an-Nasaly, no. 3437, Ibnu Majah, no. 4227 dari Umar bin al-Khattab RA.

·         Ibnu Mas'ud berkata, "Diantara kami ada seorang laki-laki yang mengkhitbah perempuan yang disebut Ummu Qais, lalu dia menolak untuk dinikahkan dengannya kecuali jika laki-laki itu berhijrah, maka laki-laki itu pun berhijrah lalu menikahinya. Maka kami menyebutnya muhajir Ummi Qais." Hr. Abu Nu'aim, Ma'rifat ash-Sahabah, no. 7372 dari Abi Wail dari Ibnu Mas'ud RA.

·         Telah datang seseorang kepada Nabi SAW dan berkata:

الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً، وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءٌ، فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ؟ قَالَ: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Ada seseorang yang berperang karena dorongan fanatisme, ada yang berperang karena ingin memperlihatkan keberanian, dan ada yang berperang karena ingin dilihat orang, siapakah yang disebut fi sabilillah? Nabi menjawab, "Barang siapa yang berperang agar kalimat Allah menjadi paling tinggi, maka ia berada fi sabilillah." Hr. al-Bukhariy, no. 6904 dari Abi Musa RA.

al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata dalam Fath al-Bariy, "Karena tiada lain niyat itu yang membedakan amal karena Allah dari amal karena yang lain, ya'ni Riya, membedakan tingkatan amal, seperti membedakan yang wajib dari yang sunat, dan membedakan ibadah dari kebiasaan seperti saum dari berpantangan." Lihat, Fath al-Bariy Syarh Shahih al-Bukhariy, 1: 184.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama