AKHLAQ TERCELA SOMBONG (AL-KIBRU)
1.
Allah ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّى خَالِقٌ بَشَرًا مِّن طِينٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ،
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ
كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ. إِلَّا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ.
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَى
أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْعَالِينَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ
رَحِيمٌ وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْتَنِي إِلَى يَوْمِ الدِّين.
71.
(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya aku akan
menciptakan manusia dari tanah. 72. Kemudian apabila telah Aku sempurnakan
kejadiannya dan Aku tiupkan ruh (ciptaan) Ku kepadanya; maka tunduklah kamu
dengan bersujud kepadanya." 73. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya, 74.
kecuali Iblis; ia menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. 75.
(Allah) berfirman, "Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri
atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?" 76. (Iblis)
berkata, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." 77. (Allah) berfirman,
"Kalau begitu keluarlah kamu dari surga! Sesungguhnya kamu adalah makhluk
yang terkutuk. 78. Dan sungguh, kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari
pembalasan." Qs. Shaad [38]: 71-78.
2.
Allah ta'ala berfirman,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَبِكَ كَانَ عَنْهُ مسئولاً وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ
مَرَحًا إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طولاً .
"Dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya. Dan
janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak akan mampu menjulang setinggi
gunung." Qs. al-Israa [17]: 36-37.
3.
Allah ta'ala berfirman,
لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ.
"Tidak
diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang
mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong." Qs. an-Nahl [16]: 23.
4.
Allah ta'ala berfirman,
وَلَا تُصَعِرْ
خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.
"Dan
janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah
berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri." Qs. Luqman [31]: 18.
5.
Rasulullah saw. bersabda,
الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي مَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا
مِنْهُمَا فَلَفْتُهُ فِي النَّارِ.
"Kebesaran
itu pakaian-Ku dan keagungan itu sarung-Ku, barangsiapa mengambil salah satunya
dari-Ku, maka Aku akan melemparkannya ke dalam neraka." Hr. Ahmad, no. 9330, Abu Dawud,
no. 4090 dari Abu Hurairah ra.
6.
Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْحَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلاثٍ دَخلَ
الْجَنَّةَ: الْكِبْرِ وَالدَّيْنِ وَالْغُلُوْلِ.
"Barangsiapa
yang ruhnya terpisah dari jasadnya (meninggal) dan ia terbebas dari tiga hal
maka ia masuk surga; (Dari) Kesombongan, utang dan khianat." Hr. Ahmad, no. 22333,
at-Tirmidziy, no. 1578, Ibnu Majah, no. 2412, ad-Darimiy, no. 2592 dari Tsauban
ra.
7.
Rasulullah saw. bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ وَيَخْتَالُ فِي مِشْيَتِهِ إِلَّا
لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ.
"Tidak
ada seorangpun yang merasa sombong dalam dirinya dan angkuh pada cara
berjalannya, kecuali dia akan bertemu Allah dalam keadaan Allah murka
kepadanya." Hr. Ahmad, no. 5995, al-Bukhariy pada al-Adab
al-Mufrad, no. 549, al-Hakim, no. 200 dari Ibnu 'Umar ra.
8.
Rasulullah saw. bersabda,
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ
كِيْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا
وَنَعْلُهُ حَسَنَةٌ. قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ
بَطَرُ الحق وَغَمْطُ النَّاسِ.
"Tidak
akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari
kesombongan." Seorang laki-laki bertanya, "Sesungguhnya seseorang
menyukai bila bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk
kesombongan)?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah la
menyukai yang bagus, kesombongan itu menolak kebenaran dan merendahkan orang
lain." Hr. Muslim, no. 91, at-Tirmidziy, no. 2006 dari Ibnu Mas'ud ra.
·
Berkata Abu Bakar ash-Shiddiq,
"Seseorang tidak boleh merendahkan seorang muslim, karena muslim yang
kecil di sisi Allah adalah besar."
·
Berkata al-Ahnaf, "Aneh bila
anak Adam sombong, karena ia keluar dari tempat mengalirnya air kencing dua
kali." Lihat, Ihya 'Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III: 346, az-Zawajir 'an
Iqtiraf al-Kabair, al-Haitamiy, 1: 117.
·
Berkata Muhammad bin Husain bin
'Ali, "Tidak masuk ke dalam hati seseorang sedikitpun dari kesombongan
kecuali berkurang kemampuan akalnya seukuran apa yang masuk dari kesombongan
itu, sedikit atau banyak."
·
Berkata Zaid bin Aslam: Aku
mendatangi 'Ali bin 'Umar maka lewat padanya 'Abdullah bin Waqid mengenakan
baju yang bagus, lalu aku mendengarnya berkata, "Hai anakku, tinggikanlah
sarungmu karena aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Allah tidak akan
melihat kepada orang yang melabuhkan sarungnya karena sombong.""
Ketahuilah, bahwa sombong terbagi
kepada sombong yang tersembunyi (bathin) dan sombong yang nampak (zhahir).
Maka yang tersembunyi adalah akhlaq dalam jiwa, dan yang nampak adalah
amal-amal yang tampak pada anggota badan. Lihat, Mau'izhat al-Mu'minin,
al-Qasimiy, II: 80.
Dan takabbur dengan memperhatikan
yang di sombongi, ada tiga bagian:
1.
Yang pertama: Takabbur kepada
Allah. Dan sombong seperti ini merupakan sombong yang paling jelek dari
macam-macam sombong.
2.
Yang kedua: Takabbur kepada
rasul; karena menganggap diri sendiri lebih mulia dan lebih tinggi untuk tunduk
dan patuh kepada sesama manusia seperti kepada manusia yang lain.
3.
Yang ketiga: Takabbur kepada
sesama orang. Demikian itu karena menganggap besar diri sendiri dan memandang
rendah kepada orang lain. Lihat, Ihya Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III:
353-354.
·
Rasulullah saw. bersabda,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي صَبُوْرًا، وَاجْعَلْنِي شَكُورًا، وَاجْعَلْنِي فِي
عَيْنِي صَغِيرًا، وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ كبيرا.
"Ya
Allah, jadikanlah hamba sebagai ahli syukur dan jadikanlah hamba sebagai ahli
shabar. Dan jadikanlah hamba kecil menurut penglihatan hamba, tetapi besar
menurut penglihatan orang lain." Hr. al-Bazzar, no. 4439 dari
Tsauban ra. dan pada sanadnya terdapat rawi bernama 'Uqbah bin 'Abdillah
al-Asham. al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Dia'if. "Lihat, Taqrib
at-Tahdzib, 1: 405, no. 4781, Tahdzib at-Tahdzib, V: 610, no. 4781. Majma'
az-Zawaid wa Manba' al-Fawaid, X: 181. Lihat juga Tuhfat adz-Dzakirin,
asy-Syaukaniy, hal. 372.
·
Pada satu riwayat disebutkan,
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ بِشِمَالِهِ، فَقَالَ: كُلِّ
بِيَمِينِكَ، قَالَ: لَا أَسْتَطِيعُ، قَالَ: لَا اسْتَطَعْتَ، مَا مَنَعَهُ
إِلَّا الْكِبْرُ، قَالَ: فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
"Bahwasanya
ada seorang laki-laki yang makan di hadapan Rasulullah saw. dengan menggunakan
tangan kirinya. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Makanlah menggunakan tangan
kanan. Laki-laki itu menjawab: Saya tidak bisa. Beliau menyahut: Engkau tidak
bisa? Tiada yang menghalanginya kecuali kesombongan. Kata rawi: Benar-benar
laki-laki itu tidak dapat mengangkat tangannya kepada mulutnya." Hr. Muslim, no. 2021 dari
Salamah bin al-Akwa' ra.
Ketahuilah, bahwasanya seseorang
tidak akan sombong kecuali karena dia menganggap besar terhadap dirinya, dan
dia tidak menganggap besar dirinya kecuali karena mempunyai keyakinan bahwa dia
memiliki salah satu sifat dari sifat-sifat kesempurnaan.
Maka inilah tujuh sebab sombong:
1.
Ilmu; la merasa pada dirinya
terdapat ilmu yang sempurna, akibatnya ia menganggap dirinya besar dan
merendahkan orang lain dan menganggap bodoh terhadap mereka. Demikian itu
karena dua sebab:
o Keadaan
kesibukan orang tersebut dengan apa yang di sebut ilmu padahal bukan ilmu yang
sebenarnya, dan hanyasanya ilmu yang sebenarnya itu adalah yang dengannya
membuat seorang hamba dapat mengenal Rabbnya dan dapat mengenal dirinya.
o Seorang
hamba mendalami ilmu sedangkan dia jelek niyatnya, kotor jiwanya dan jelek
akhlaqnya.
2.
Amal dan ibadah; Sesungguhnya
mereka mengharapkan disebut orang wara' dan taqwa dan semua orang lebih
mendahulukan mereka daripada orang lain dan seolah-olah mereka memandang ibadah
mereka karunia atas makhluk dan dia memandang orang-orang celaka sedangkan
dirinya selamat, padahal pada hakikatnya dia yang akan celaka selama ia
memandang seperti itu.
3.
Takabbur dengan keturunan dan
nasab; Yaitu orang yang memiliki keturunan yang mulia, dia suka merendahkan
orang yang tidak memiliki keturunan seperti itu walaupun keadaan orang lain itu
lebih tinggi darinya pada segi amal dan ilmunya. Dan terkadang sebagian dari
mereka merasa sombong sehingga tidak mau bercampur gaul dengan orang lain dan
satu majlis dengan mereka, dan terkadang tampak pada ucapannya membanggakan
keturunan tersebut.
4.
Sombong dengan rupa yang bagus;
Dan hal ini paling banyak terjadi dikalangan perempuan. Hal itu mendorong
mereka untuk merendahkan, mencela, berbuat ghibah dan menyebut 'aib-'aib orang
lain.
5.
Sombong dengan harta; Dan hal ini
terjadi di kalangan para pemimpin dan pedagang, pada pakaian mereka, kuda
mereka dan kendaraan mereka. Maka orang kaya merendahkan orang fakir dan
bersikap sombong terhadap mereka.
6.
Sombong dengan kekuatan dan
besarnya kekuasaan; dan takabbur dengannya kepada orang yang lemah.
7.
Sombong dengan pengikut,
pendukung, murid, hamba sahaya, keluarga, kerabat, dan anak cucu. Lihat,
Tahdzib al-Akhlaq, 'Abdul Hamid Hakim, 1: 36, Ihya Ullum ad-Dien, al-Ghazaliy,
III: 356-361.
Maka secara keseluruhan, setiap
yang merupakan nikmat dan memungkinkan untuk diyakini sebagai kesempurnaan
-walaupun tidak ada pada dirinya kesempurnaan- hal itu memungkinkan untuk
takabbur dengannya. Kesombongan itu menyebabkan datangnya kebencian dan merusak
kebersamaan dan mengobarkan kemarahan hati saudara sendiri. Lihat, Ihya Ulum
ad-Dien, al-Ghazally, III: 361.
Dan untuk mengobatinya ada dua
macam:
a.
Yang pertama, dengan mencabut
pokoknya dari akarnya dan mencabut pohonnya dari tempat tertanamnya dalam hati.
Adapun dengan ilmu, adalah dengan mengenal dirinya dan mengenal Rabbnya Yang
Maha Tinggi. Hal ini cukup untuk menghilangkan sombong. Adapun mengobati dengan
amal, ialah dengan tawadlu' kepada Allah dengan melakukannya, dan tawadlu'
kepada sesama orang dengan membiasakan melakukan akhlaq orang-orang yang
tawadlu'.
b.
Dan yang kedua, dengan menahan
apa yang timbul darinya dengan sebab-sebab yang dengannya membuat manusia
sombong kepada yang lain. Lihat, Mau'izhat al-Mu'minin, al-Qasimiy, II:
81-88.
·
Berkata al-Fudlail ketika beliau
ditanya tentang tawadlu' apakah itu? maka beliau menjawab, "(Tawadlu'
ialah) engkau tunduk kepada kebenaran dan patuh terhadapnya. Walaupun
mendengarnya dari anak kecil engkau menerimanya, walaupun mendengarnya dari
orang yang paling bodoh sekalipun engkau tetap menerimanya." Lihat,
Mauizhat al-Mu'minin, al-Qasimly, II: 80, Ihya Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III:
349.
·
Dan al-Fudlail berkata juga,
"Barangsiapa yang menginginkan kepemimpinan maka dia tidak akan
mendapatkan kebahagiaan selamanya. " Lihat, Ihya "Ulum ad-Dien,
al-Ghazaliy, III: 350.
·
'Ali berkata, "Janganlah
engkau memulai ingin terkenal, dan janganlah engkau mengangkat diri karena
ingin disebut dan diketahui. Sembunyikanlah dirimu dan diamlah, pasti engkau
selamat. (Demikian itu) menyenangkan orang-orang baik dan membuat marah
orang-orang durhaka."" Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, VI: 362.
·
Dan ada yang berkata,
"Tawadlu' dilakukan setiap orang itu baik, tetapi dilakukan orang kaya itu
lebih baik, dan takabbur dilakukan setiap orang itu jelek, tetapi dilakukan
orang fakir itu lebih jelek." Lihat, Ihya Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy,
III: 351.
"Bagaimana sekarang, apakah
anda merasa telah bersih dari SOMBONG? Apabila tidak demikian, silahkan
ulang-ulang kembali dan berdo'a kepada Allah!." (Ust. Hamdan, Belajar
Meneladani Akhlaq Rasulullah: Seri Akhlaq Tercela, Bandung: Maktabah
Syaqib, Syawal, 1435 H. hlm. 24-31)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan