TERCELANYA MARAH (GHADLAB)


AKHLAQ TERCELA MARAH (GHADLAB)

1.        Allah ta'ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَيْهَا وَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا.

"Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat," Qs. al-Furqan [25]: 68.

2.      Dan Allah ta'ala berfirman,

فَمَا أُوتِيتُم مِّن شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَوَةِ الدُّنْيَا وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * وَالَّذِينَ تَجْتَنِبُونَ كَبَتَيرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ.

"Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup di dunia. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada disisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal, dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah segera memberi maaf," Qs. asy-Syura [42]: 36-37.

3.      Seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw.,

أَوْصِنِي قَالَ: "لَا تَغْضَبْ". فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: "لَا تَغْضَبْ.

"Berilah aku wasiat! Beliau bersabda: 'Janganlah kamu marah. Laki-laki itu mengulanginya beberapa kali, beliau tetap bersabda: "Janganlah kamu marah." Hr. al-Bukhariy, no. 6116 dari Abu Hurairah ra.

4.      Nabi saw. bersabda,

ليْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

"Bukanlah orang kuat itu orang yang pandai bergulat, tiada lain orang kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah." Hr. Ahmad, no. 7218, al-Bukhariy, no. 6114, Muslim, no. 2609 dari Abu Hurairah ra.

5.      Dan Nabi saw. bersabda,

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَرْضَى كَمَا يَرْضَى الْبَشَرُ وَأَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ الْبَشَرُ.

"Aku ini hanyalah manusia biasa. Aku bisa bersikap ridla sebagaimana orang lain ridla dan aku bisa marah, sebagaimana orang lain marah." Hr. Muslim, no. 2603, Ibnu Hibban, no. 6523 dari Anas ra.

6.      Dan Nabi saw. bersabda,

أَلَا إِنَّ بَنِي آدَمَ خُلِقُوْا عَلَى طَبَقَاتٍ شَتَّى فَمِنْهُمْ بَطِيْءُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَيْءِ، وَمِنْهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَيْءِ. فَتِلْكَ بِتِلْكَ. وَمِنْهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَطِيْءُ الْفَيْءِ أَلَا وَإِنَّ خَيْرَهُمُ الْبَطِيْءُ الْغَضَبِ السَرِيعُ الْفَيْءِ، وَشَرُّهُمْ السَّرِيعُ الْغَضَبِ البطيء الْفَيْء.

"Ingatlah! Sesungguhnya Bani Adam diciptakan dalam beberapa tingkatan yang berbeda-beda; Maka diantara mereka ada yang lambat marah cepat reda, dan diantara mereka ada yang cepat marah cepat reda, maka itu sebagai ganti yang itu. Dan diantara mereka ada yang cepat marah lambat reda. Ingatlah! Dan sesungguhnya sebaik-baik mereka ialah yang lambat marah cepat reda, dan yang paling jelek dari mereka yang cepat marah lambat reda." Hr. at-Tirmidziy, no. 2198, al-Hakim, no. 8720, ath-Thayalisiy, no. 2270 dari Abi Sa'id al-Khudriy ra. Pada sanadnya terdapat 'Ali bin Zaid bin Jud'an, menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, "Dlo if." Lihat, Taqrib at-Tahdzib, 1: 413, no. 4878.

Dan sebab-sebab yang menyalakan amarah adalah sombong, ujub, berkelakar, bergurau, diolok-olok, dijelek-jelek, perdebatan, pertengkaran, tidak ditepati janji, sangat rakus terhadap kelebihan harta dan pangkat. Sebab-sebab tersebut seluruhnya merupakan akhlaq rendah dan tercela menurut agama.

Dan pembangkit amarah yang paling kuat menurut kebanyakan orang yang bodoh mereka menamakan marah adalah bukti keberanian, menampakkan kelaki-lakian, membela harga diri dan semangat yang besar.

Dan tidak akan terlepas dari marah jika sebab-sebab ini masih ada, maka mesti dihilangkan sebab-sebab ini dengan kebalikan-kebalikannya. Lihat, Mau'izhat al-Mu'minin, al-Qasimiy, II: 38-39, Ihya 'Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III: 177.

·         Berkata Imam asy-Syafi'iy rahimahullah, "Barangsiapa yang dituntut untuk marah sedangkan dia tidak marah, maka dia itu keledai. Dan barangsiapa yang dituntut untuk ridla sedangkan dia tidak ridla maka dia itu syetan." Lihat, az-Zawajir 'an Iqtiraf al-Kabair, al-Haitamiy, 1: 94.

·         Dan berkata Imam Mujahid, "Iblis berkata: Tidak akan dapat mengalahkanku Bani Adam, maka mereka selamanya tidak akan pernah dapat mengalahkanku terutama dalam tiga keadaan; Apabila mabuk salah seorang dari mereka; Kami mengambil alih kendalinya, maka kami menuntunnya kemanapun kami kehendaki dan dia akan berbuat bagi kami apa saja yang kami sukai, Dan apabila marah; Dia akan berkata tanpa pertimbangan ilmu dan berbuat apa saja yang membuatnya akan menyesal, Dan bila kami membakhilkannya atas apa yang ada di tangannya dan dia selalu berangan-angan atas apa yang dia tidak mampu mencapainya."

·         Dan berkata Ja'far bin Muhammad, "Marah adalah pembuka setiap kejahatan."

·         Dan berkata sebagian mereka, "Barangsiapa yang menta'ati syahwatnya dan amarahnya, maka keduanya akan menuntunnya ke dalam api neraka."

·         Telah menulis 'Umar kepada pegawainya untuk tidak memberikan sanksi ketika kamu marah, dan apabila kamu marah kepada seseorang maka tahanlah dulu pelanggar tersebut, lalu apabila telah reda marahmu maka keluarkan pelanggar tadi lalu berikan dia sanksi seukuran kesalahannya dan tidak boleh melewati (15 cambukan). Lihat Ihya 'Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III: 171, az-Zawajir 'an Iqtiraf al-Kabair, al-Haltamiy, I: 86-87.

Dan cara mengobati amarah yang meluap-luap adalah dengan dipadukannya antara ilmu dan amal:

1.       Dengan cara memikirkan keutamaan menahan amarah, memaafkan, sabar dan menahan diri lalu mengharapkan pahalanya.

2.       Menakut-nakuti dirinya dengan 'adzab Allah, yaitu dengan dia mengatakan: Kekuasaan Allah terhadapku lebih besar daripada kekuasaanku atas orang ini.

3.      Mengingatkan dirinya dari akibat permusuhan, menyiksa dan keinginan musuh untuk melawannya, berusaha untuk menghancurkan tujuan-tujuannya dan menampakkan kegembiraan atas musibah-musibah yang menimpanya.

4.      Memikirkan tentang kejelekan wajahnya ketika dia marah dengan mengingat wajah orang lain ketika marah dan berfikir jeleknya marah itu sendiri pada dirinya.

5.      Memikirkan alasan yang mendorongnya menyiksa orang lain dan mencegahnya dari tidak menahan marah, dan hal itu harus.

6.      Mengetahui bahwa marahnya itu seyogyanya karena ketakjubannya atas terjadinya sesuatu sesuai dengan maksud Allah, bukan sesuai dengan yang dimaksud dia sendiri. Lihat. Ihya 'Ulum ad-Dien, al-Ghazaliy, III: 178-179.

·         Dari Sulaiman bin Shurad dia berkata,

اسْتَبْ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ ، وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ : إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ : أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ.

"Ada dua orang yang saling mencaci di hadapan Nabi saw., sementara kami duduk di samping beliau, salah seorang darinya mencaci temannya sambil marah, hingga wajahnya memerah, lalu Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat yang apabila ia membacanya, niscaya kemarahannya akan hilang, sekiranya ia mengucapkan; A'uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim."" Hr. al-Bukhariy, no. 6115.

·         Dan Nabi saw. bersabda,

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ. فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّا.

"Sesungguhnya marah itu dari syetan dan syetan diciptakan dari api, sedangkan api hanya dapat dipadamkan oleh air. Maka jika salah seorang di antara kalian marah hendaklah ia berwudlu." Hr. Ahmad, no. 18148, Abu Dawud, no. 4784 dari 'Athiyyah ra. Lihat, al-Musnad Iil Imam Ahmad dengan tahqiq Ahmad Syakir beserta ta'liqnya, XIV: 27. Dan Abu Wail ash-Shan'aniy adalah 'Abdullah bin Buhair, ditsiqahkan oleh Ibnu Main. Taqrib at-Tahdzib, 1: 280.

·         Dan Nabi saw. bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَحْلِسُ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.

"Jika salah seorang di antara kalian marah sementara ia sedang berdiri, maka hendaklah ia duduk, jika kemarahan itu reda (itulah yang diharapkan), jika tidak maka hendaklah ia berbaring." Hr. Ahmad, no. 21675, Abu Dawud, no. 4782 dari Abi Dzar al-Ghifariy ra. Hadits tersebut ada pada Sunan Abi Dawud tanpa ada "Abu al-Aswad", sedangkan pada sanad Imam Ahmad disebutkan. Lihat al-Musnad lil Imam Ahmad beserta ta'liqnya, XV: 499.

·         Dan berkata Luqman, "Ada tiga orang yang mereka tidak akan diketahui kecuali pada tiga keadaan; Tidak akan diketahui seorang penyabar kecuali ketika orang itu sedang marah, tidak akan diketahui seorang pemberani kecuali ketika perang, dan tidak akan diketahui seorang itu benar-benar saudara kecuali ketika dia sedang dibutuhkan."

Ketahuilah sesungguhnya marah apabila tetap meluap-luap karena tidak mampu dihilangkan pada waktu bergejolaknya, marah ini akan kembali kedalam bathin dan bergejolak padanya lalu marah itu berubah menjadi dendam (hiqdu). Dan yang dimaksud dengan dendam adalah hatinya tetap merasa sakit, tetap membenci kepadanya, dan tidak suka kepadanya, hal itu terus-menerus ada dan tidak hilang.

Dan dendam ini akan menimbulkan beberapa urusan, yaitu: hasad, dan lebih menyembunyikan hasad dalam bathin, bertengkar dengannya, memusuhinya, memutuskan hubungan dengannya, walaupun dia meminta dan menghadap kepadamu.

Engkau akan berpaling darinya dan menganggap kecil kepadanya, engkau akan berbicara kepadanya dengan perkataan yang tidak halal, seperti dusta, ghibah, menyebarkan rahasia, membuka 'aib dan yang lainnya. Engkau akan meniru-nirunya untuk mengejek dan memperolok-oloknya, akan menyakitinya dengan memukulnya dan apa-apa yang menyakiti badannya, dan engkau akan menghalanginya mendapatkan haknya, baik dengan tidak membayar utang kepadanya, atau menghubungkan silaturahim dengannya, atau mengembalikan apa yang dizhalimi darinya, dan semua itu haram, Lihat, Mau'izhat al-Mu'minin, al-Qasimiy, II: 43.

·         Sungguh Allah ta'ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ وَلِيُّ كَأَنَّهُ حَمِيمٌ وَمَا يُلْقَنَهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلْقَنَهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عظيم.

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." Qs. Fushshilat [41]: 34-35.

·         Dan la berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ.

"Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." Qs. Ali 'Imran [3]: 133-134.

·         Dan Nabi saw. bersabda,

الْمُؤْمِنُ لَيْسَ بحقود.

"Seorang mukmin itu bukan pendendam." Berkata al-'Iraqiy: Saya tidak menemukan asal hadits ini. Lihat. Taliq Ihya Ulum ad-Dien, al-Ghazally, t: 64.

·         Dan Nabi saw. bersabda,

مَا نَقْصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ الله عَبْدًا بِعَفْوِ إِلَّا عِزَّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ الله.

"Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah tidak akan menambah orang yang memberi maaf (kepada orang lain), melainkan kemuliaan. Dan tidak merendahkan diri seseorang karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya." Hr. Muslim, no. 2588, at-Tirmidziy, no. 2036, Ahmad, no. 7205 dari Abu Hurairah ra.

·         Berkata sebagian ahli balaghah, "Barangsiapa yang mampu menguasai dirinya berarti ia dapat mencapai puncak kekuatan, dan barangsiapa yang sabar dalam mengendalikan syahwatnya berarti ia mampu mencapai kesempurnaan muru'ah."

·         Dan berkata sebagian ahli hikmah, "Bukan perbuatan yang mulia, menyiksa orang yang tidak bisa menahan dari cambuk."

·         Dan berkata sebagian ahli balaghah, "Sebaik-baik perbuatan mulia adalah memaafkannya orang yang sedang berkuasa dan dermawannya orang yang sedang sengsara."

·         Dan sungguh telah berkata ahli hikmah, "Ada tiga hal yang mereka tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga keadaan; Tidak dapat diketahui orang dermawan kecuali ketika pada masa sulit, tidak dapat diketahui orang berani kecuali ketika perang, dan tidak dapat diketahui orang sabar kecuali ketika marah." Lihat, Adab ad-Dunya wa ad-Dien, al-Mawardiy, hal. 245, 248.

"Bagaimana sekarang? Jika anda marah, mampukah anda mengendalikan diri? Dan tahukah anda bagaimana cara meredam marah?" Mari kita praktekkan!. (Ust. Hamdan, Belajar Meneladani Akhlaq Rasulullah: Seri Akhlaq Tercela, Bandung: Maktabah Syaqib, Syawal, 1435 H. hlm. 56-64)

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama