TERPUJINYA MALU (HAYA)



AKHLAQ TERPUJI MALU (HAYA)

Telah berkata al-Hafizh dalam Fath al-Bariy, "Malu adalah akhlak yang mendorong untuk menjauhi kejelekan dan mencegah dari mengurangi hak yang punya hak." Dan Malu timbul dari keimanan -itulah Malu menurut syar'iy- yang terjadi karena mengagungkan dan menghormati yang lebih tua, dan Malu tersebut terpuji. Adapun Malu yang terjadi sebagai penyebab ditinggalkannya perbuatan yang baik maka itu tercela, dan bukan Malu menurut syar'iy, tiada lain Malu tersebut adalah kelemahan dan kehinaan. Imam Mujahid berkata, "Tidak suka menuntut ilmu pemalu dan orang sombong." Lihat, Fath al-Bariy Syarh Shahih al-Bukhariy, 1. 76, 309 dan 308.

1.        Allah 'azza wajalla berfirman,

قَالَ لَا تَخَافَةٌ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Mendengar dan Melihat." Qs. Thaha [20]: 46.

2.      Allah 'azza wajalla berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمُ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

"Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?." Qs. al-'Alaq [96]: 14.

3.      Allah 'azza wajalla berfirman,

وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَن يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَرُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ.

"Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan." Qs. Fushshilat [41]: 22.

4.      Allah 'azza wajalla berfirman,

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.

"Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." Qs. an-Nur [24]: 24.

5.      Allah 'azza wajalla berfirman,

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (Malaikat-Malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." Qs. al-Infithar [82]: 10-12.

6.      Allah 'azza wajalla berfirman,

ما يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." Qs. Qaaf [50]:18.

7.      Nabi SAW bersabda,

الْإِيمَانُ بِضْعَ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةَ، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ.

"Iman itu mempunyai tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utamanya adalah ucapan; LAA ILAAHA ILLALLAH, dan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu adalah cabang dari iman." Hr. Muslim, no. 35 dari Abi Hurairah RA.

8.      Nabi SAW bersabda juga,

الحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخير.

"Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan." Hr. Ahmad, no. 19716, al-Bukhariy, no. 6117, Muslim, no. 37 dari Imran bin Hushain RA.

9.      Nabi SAW bersabda,

الحياءُ مِنَ الْإِيمَانِ وَالْإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ.

"Malu itu dari iman dan iman ada di surga, sedangkan perkataan keji itu dari perangai yang kasar dan perangai yang kasar ada di neraka." Hr. Ahmad, no. 10460, at-Tirmidziy, no. 2016, al-Hakim, no. 170, al-Baihaqiy dalam Syu'ab al-Iman, no. 7707 dari Abi Hurairah RA.

10.   Nabi SAW bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنِ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ.

"Sesungguhnya setiap agama itu memliki akhlak, sedangkan akhlak Islam adalah malu." Hr. Ibnu Majah, no. 4181, Abu Nu'aim dalam Hilyat al-Auliya, V: 363 dari Anas RA. Pada sanadnya terdapat rawi bernama Mu'awiyah bin Yahya ash-Shadafiy. Berkata al-Hafizh, "Dla'if," dan berkata adz-Dzahabły, "Mereka mendia ikannya." (Lihat, Taqrib at-Tahdzib, I 593, no. 7050, al-Kasyiť, II: 141, no. 5611, Tahdzib at-Tahdzib, VIII: 253, no. 7050, Mizan al-lidal, №: 138, по 8635)

11.     Nabi SAW bersabda,

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأَوْلَى : إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ.

"Sungguh di antara yang didapatkan manusia dari perkataan kenabian terdahulu adalah, Jika kamu tidak punya malu, maka berbuatlah sesukamu." Hr. Ahmad, no. 17027, al-Bukhariy, no. 6120, Abu Dawud, no. 4797, Ibnu Majah, no. 4183 dari Abi Mas'ud RA.

12.    Dari Abi Sa'id al-Khudriy ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ أَشَدَّ حَيَاءٌ مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا، وَكَانَ إِذَا كَرِهَ شَيْئًا عَرَفْنَاهُ في وجهه.

"Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemalu melebihi malunya seorang gadis yang dipingit dalam kamar, dan apabila beliau tidak menyukai sesuatu maka kami dapat mengetahuinya dari raut mukanya." Hr. Ahmad, no. 11801, al-Bukhariy, no. 3562, Muslim, no. 4284.

·         Sebagian ahli hikmah berkata, "Barang siapa yang memakaikan malu sebagai bajunya maka orang-orang tidak akan melihat aibnya."

·         Sebagian ahli balaghah berkata, "Hidupnya wajah itu dengan rasa malunya, sebagaimana hidupnya tanaman dengan airnya."

·         Shalih bin Abdil Quddus berkata, "Apabila kurang air wajah maka sedikit malunya, tidak ada kebaikan pada wajah apabila kurang airnya. Rasa malumu hendaklah kamu menjaganya dan sesungguhnya rasa malu itu menunjukkan pada perbuatan yang mulia. Bagi orang yang telah dicabut rasa malunya maka tidak ada penghalang baginya dari kejelekan dan tidak ada pencegah dari yang dilarang, maka dia akan mengerjakan apa yang dia kehendaki dan melakukan apa yang dia mau." Lihat, Adab ad-Dunya wa ad-Dien, hal. 241.

Ketahuilah malu pada diri manusia itu ada tiga macam, yaitu: Malu oleh Allah, Malu oleh manusia dan Malu oleh diri sendiri.

·         Malu oleh Allah, yaitu dengan mengerjakan perintah-perintah Nya dan menahan diri dari larangan-laranganNya. Malu seperti ini timbul karena kuatnya agama dan kokohnya keyakinan.

·         Malu oleh manusia, yaitu dengan menahan diri dari menyakiti dan tidak terang-terangan dalam berbuat jelek. Malu seperti ini timbul dari kesempurnaan muru'ah dan menyukai pujian.

·         Malu oleh diri sendiri, yaitu dengan menjaga kehormatan dan melindungi diri ketika sunyi. Malu seperti ini timbul karena keutamaan diri dan baik hati.

Oleh karena itu, bila sempurna malu seseorang dengan ketiga macamnya maka sempurnalah sebab-sebab kebaikan dan hilanglah sebab-sebab kejelekan, ia menjadi masyhur dengan keutamaan dan dengan kebaikan ia disebut-sebut. Lihat, Adab ad-Dunya wa ad-Dien, hal. 242-244.

·         Rasulullah SAW bersabda, "Malulah kalian oleh Allah dengan sebenar-benar malu." la berkata; Kami berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami malu, alhamdulillah. Beliau menjawab, "Bukan demikian, tetapi barang siapa yang malu oleh Allah dengan sebenar-benar malu, hendaklah la menjaga kepala dan apa yang dikandungnya, menjaga perut dan apa yang ditampungnya, hendaklah ia mengingat kematian dan kebinasaan. Barang siapa yang menginginkan akhirat, hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Barang siapa yang melakukan itu semua, ia telah malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu." Hr. Ahmad, no. 3671, at-Tirmidziy, no. 2466, al-Hakim, no. 8080 dari Abdullah bin Mas'ud RA.

Pada sanadnya terdapat Aban bin Ishaq al-Asadiy al-Kufiy an-Nahwiy. al "Ijliy berkata, "Tsiqah," dan Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam ats-Tsiqat. Kata al-Azdiy, "Motruk" al-Hafizh menyatakan, "Kufiy tsiqah, al Azdiy memperbincangkannya tanpa hujjah." Kata adz-Dzahabiy, "Tidak matruk (laa yutraku), sungguh Ahmad dan al-'ljliy mentsiqahkannya. Abu al-Fath (al-Azdiy) suka berlebihan dalam menjarh." Lihat, Tahdzib at-Tahdzib, I: 118, no. 145, Taqrib al-Tahdzib, 1: 24, no. 145, Mizan al-Itidal, 1: 5, no. 1.

 

·         Telah diriwayatkan bahwa Hudzaifah bin al-Yaman berkata, "Tidak ada kebaikan pada diri orang yang tidak punya rasa malu terhadap manusia."

·         Sebagian ahli hikmah berkata, "Jadikanlah malu oleh dirimu sendiri lebih besar dari pada malumu oleh orang lain."

·         Sebagian ahli adab berkata, "Barang siapa yang mengerjakan suatu pekerjaan dalam kesendirian, dan dia merasa malu dari pekerjaan tersebut jika mengerjakannya secara terang-terangan maka tidak ada baginya derajat disisi Allah." Lihat, Adab ad-Dunya wa ad-Dien, hal. 243.

Macam-macam malu (oleh Allah SWT)

Para ulama berkata, Malu oleh Allah itu terbagi kepada 6 macam: Lihat, Akhlaq al-Mu'min, hal. 112-113

1.        Malu Jinayah

Malu Jinayah yaitu malunya orang yang melakukan maksiat, seperti malunya Nabi Adam AS ketika memakan buah dari pohon yang dilarang oleh Allah.

Nabi SAW bersabda, Ketika Adam merasakan buah dari pohon itu dia berlari maka rambutnya tersangkut pohon, kemudian ia diseru: Wahai Adam, apakah kamu ingin lari dari-Ku? Dia menjawab, tidak, wahai rabbku. Akan tetapi saya malu kepada-Mu. Allah berfirman, "Wahai Adam keluarlah dari surga-Ku, karena dengan keagungan-Ku Aku tidak akan membiarkan orang yang berbuat maksiat kepada-Ku tinggal di surga. Jika Aku menciptakan sepenuh bumi makhluk sepertimu kemudian mereka berbuat maksiat kepada-Ku maka Aku pasti akan menempatkan mereka di tempat para pembuat maksiat." Hr. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya, 1:100, по. 389 dari Qatadah dari Ubay din Ka'ab RA.

Ibnu Katsir berkata, "Sanadnya munqathi bahkan mu'dlal." Kata al-Hakim, "Qatadah tidak sima' dari shahabiy selain Anas." Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, I: 193, Tahdzib al-Tahdzib, VI: 485.

2.      Malu Taqshir

Malu Taqshir yaitu malunya orang yang tidak dapat beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ibadah, siapakah yang sanggup beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ibadah!!? … maka engkau tidak akan pernah menemukannya, karena itu setiap dari kita adalah orang-orang yang memiliki keterbatasan. Malu ini seperti malunya para malaikat.

Nabi SAW bersabda, "Tidak ditemukan dilangit yang tujuh tempat sebesar telapak kaki, sejengkal tidak pula sebesar telapak tangan kecuali padanya malaikat yang sedang berdiri atau ruku' atau sujud. Maka jika datang hari kiamat mereka semua berkata, "Maha Suci Engkau, sungguh kami tidak beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya ibadah kecuali sesungguhnya kami tidak pernah berbuat syirik kepada-Mu sedikitpun." Hr. ath-Thabraniy, al-Mu'jam al-Kabir, no. 1730, dan dalam al-Ausath, no. 3568 dari Jabir bin 'Abdillah RA. Pada sanadnya terdapat rawi bernama 'Urwah bin Marwan al-'Irqiy. ad-Daraquthniy berkata, "la tidak kuat dalam hadits." Lihat, Mizan al-l'tidal, III: 64, no. 5610, Lisan al-Mizan, IV: 190, no. 5604, Majima az-Zawaid wa Manba' al-Fawaid, I 52 dan X: 358.

3.      Malu Istisy'ari Ni'amillah 'Alaik

Malu Istisy'ari Ni'amillah 'Alaik yaitu malu karena menyadari nikmat yang sangat banyak dari Allah. Malu ini muncul setelah engkau merasakan nikmat-nikmat Allah yang sampai kepada engkau dengan sangat melimpah, sedangkan engkau tidak tahu bagaimana cara bersyukur kepada-Nya, maka engkau merasa malu darinya. Hal ini seperti malunya Nabi SAW, dan beliau berdo'a kepada-Nya:

لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

"Hamba tidak dapat menghitung pujian untuk-Mu sebagaimana Engkau memuji untuk diri-Mu sendiri." Hr. Ahmad, no. 25531, Muslim, no. 486, Abu Dawud, no. 879, at-Tirmidziy, no. 3504, an-Nasaiy, no. 1130, Ibnu Majah, no. 3841 dari 'Aisyah RA.

4.      Malu 'Ubudiyyah

Malu 'Ubudiyyah yaitu malunya seorang hamba yang senantiasa mendengarkan dan mentaati Tuhannya dan tidak pernah meninggalkan perintah-Nya. Hal ini seperti malunya Nabi SAW ketika kiblat kaum muslimin masih menghadap Baitul Maqdis, saat itu beliau sangat menginginkan kiblat dialihkan ke ka'bah, tapi apakah Nabi langsung berkata, "Pindahkanlah kiblat ya rabb!" Tentu tidak, demi Allah... sesungguhnya itu adalah malu seorang hamba.

Allah ta'ala berfirman,

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَهَا فَوَلِ وَجْهَكَ شطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ.

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram." Qs. al-Baqarah [2]: 144.

Maka Nabi SAW melihat ke langit dengan kedua matanya dan tidak berkata apapun dikarenakan malu oleh Allah, benarlah keadaan Nabi itu sangat pemalu dari pada perawan yang dalam pingitannya. Dan siapa yang paling mengabdi dari Rasulullah SAW di muka bumi ini yang lebih berhak untuk merasa malu 'ubudiyyah?

5.      Malu Mahabbah

Bagian ini tidak perlu engkau baca, namun cukup engkau hidup dengannya serta merasakannya. Karena cinta yang sangat besar kepada Allah, engkau akan merasa malu dari-Nya, maka pastilah kedua matamu menangis, hatimu bergetar dan anggota badanmu khusyu'. Maka karena malunya Nabi SAW dan cintanya yang sangat kepada Allah ia berdo'a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِي وَتَرْحَمَنِي. وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِي غَيْرَ مَفْتُوْنٍ . أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبُّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبُّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ.

"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk berbuat kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin. Ampunilah aku dan rahmatilah aku. Bila Engkau menghendaki suatu fitnah kepada hamba-hambaMu, wafatkan aku dalam keadaan tidak terkena fitnah. Aku memohon kepadamu untuk dapat mencintai-Mu, mencintai orang yang mencintai-Mu, mencintai amalan yang akan mendekatkanku kepada cinta-Mu." Hr. at-Tirmidziy, no. 3244, al-Hakim, no. 1949, Ahmad, no. 22008 dari Mu'adz bin Jabal RA.

6.      Malu Ijlal lillah 'azza wajalla

Malu ljlal lillah 'azza wajalla yaitu rasa malu yang muncul karena melihat keagungan Allah SWT, Raja yang sangat Agung, Pemilik Kerajaan.

·         Nabi SAW bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الحياء، فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الحياء لم تلقَهُ إِلَّا مَقِيْنَا مُمقنا. فإذا لم تَلْقَهُ إِلَّا مَقِينا تمعنا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَهُ، فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ لمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنَا مُخَونَا. فَإِذا لم تَلْقَهُ إِلَّا خَالِنَا مُحَوْنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِذَا نُرِعَتْ مِنْهُ الرحمة لم تَلْقَهُ إِلَّا رَحِيمًا مُلَعنَا. فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَحِيمًا مُلَعَنَا نُزِعَتْ مِنْهُ رِيْقَةُ الْإِسْلَام.

"Apabila Allah 'azza wajalla hendak membinasakan seorang hamba maka Dia akan mencabut rasa malu darinya, apabila rasa malu sudah dicabut darinya maka kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan sangat dibenci. Jika kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan sangat dibenci, maka akan dicabut amanah darinya. Apabila amanah telah dicabut darinya, maka kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan sangat khianat. Apabila kamu tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan sangat khianat, maka akan dicabut darinya sifat kasih sayang. Dan apabila dicabut darinya kasih sayang, kamu tidak akan menjumpainya kecuali dalam keadaan sangat terlaknat, dan apabila kamu tidak menjumpainya kecuali dalam keadaan sangat terlaknat, maka akan dicabut darinya ikatan Islam." Hr. Ibnu Majah, no. 4054 dari Ibn Umar RA. Pada sanadnya terdapat rawi bernama Sa'id bin Sinan, Abu Mahdiy al-Hanafiy al-Kindiy al-Himshiy. Berkata adz-Dzahabiy, "zahid (orang zuhud) dla'iful hadits." Kata al-Hafizh, "Matruk." ad-Daraquthniy dan yang lain menuduhnya memalsu hadits. Lihat, al-Kasyif, 1: 317, no. 1922. Taqrib at-Tahdzib, 1: 207, no. 2406, Tahdzib at-Tahdzib, III: 336, no. 2406. Mizan al-tidal, It: 143, no. 3208.

·         Nabi SAW bersabda,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يُشَارِكُهُمُ الشَّيَاطِينُ فِي أَوْلَادِهِمْ قِيلَ: وَكَائِنٌ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ قَالُوا: وَكَيْفَ نَعْرِفُ أَوْلادَنَا مِنْ أَوْلَادِهِمْ؟ قَالَ: بِقِلَّةِ الْحَيَاء وَقِلَّةِ الرحمة.

"Akan datang pada manusia suatu zaman, yang mana syetan mendampingi anak-anak mereka." Ditanyakan, apakah hal itu akan terjadi wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "ya." ditanyakan lagi, bagaimana kami bisa mengetahui anak-anak kami dari anak-anak mereka? Beliau menjawab, "Dengan kurang malu dan kasih sayang." Hr. Abu asy-Syaikh dari Abi Hurairah RA, Kanz al-'Ummal, no. 5795, ad-Dailamiy, V: 440.

·         Nabi SAW berdo'a,

اللَّهُمَّ لَا يُدْرِكُنِي زَمَانٌ أَوْ لَا أُدْرِكُ زَمَانَ - قَوْمٍ لَا يَتَّبِعُوْنَ الْعِلْمَ وَلَا يَسْتَحْيُوْنَ مِنَ الحليم

"Ya Allah! Sermoga hamba tidak menemui suatu zaman -atau (dengan redaksi) Semoga hamba tidak menemui suatu zaman yang saat itu mereka tidak mengikuti ilmu dan tidak merasa malu oleh Yang Maha Sabar (Allah SWT)." Hr. al-Hakim, no. 8735 dari Abi Hurairah RA.

Berkata sebagian ahli hikmah "Malu pada laki-laki itu baik tetapi pada perempuan lebih baik, adil pada setiap orang itu baik tetapi pada para pemimpin lebih baik, taubat dilakukan orang tua itu baik tetapi dilakukan anak muda lebih baik, dermawan pada orang kaya itu baik tetapi pada orang fakir lebih baik," "Lihat, Nasha-ih al-Ibad, hal. 34. (Ust. Hamdan, Belajar Meneladani Akhlaq Rasulullah: Seri Akhlaq Terpuji, Bandung: Maktabah Syaqib, Syawal, 1436 H. hlm. 4-14)

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama